PALU – 98 persen dari sekitar 174 siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Fahmi Palu yang mengalami keracunan makanan, dibolehkan pulang oleh pihak rumah sakit tempat mereka dirawat. Oleh dokter, kondisi mereka sudah dinyatakan membaik setelah mengalami mual dan muntah-muntah akibat mengonsumsi nasi goreng.
Sejauh ini, masih tersisa beberapa siswa yang mesti menjalani perawatan.
“Alhamdulillah, sesuai laporan para wali kelas, kondisi siswa kita telah membaik dan dibolehkan pulang, tinggal satu atau dua orang saja yang masih dirawat,” ungkap Kepala SDIT Al-Fahmi, Rahmawati Otoluwa, Selasa (05/12).
Dia menyatakan, pihak sekolah akan menanggung biaya pengobatan para siswa.
“Jika kita tanggung semua pasti tidak cukup. Terus terang kami tidak punya dana khusus untuk itu. Tetapi selaku pihak sekolah kami bertanggung jawab. Pihak yayasan akan berupaya bagaimana caranya agar bisa mendapatkan dana,” katanya.
Dia menambahkan, Rabu (06/12) besok, SDIT Al-Fahmi beserta pihak lain seperti komite sekolah dan Dinas Kesehatan akan melakukan pertemuan di Kantor Ombudsman untuk berkordinasi membicarakan persoalan tersebut.
Siang tadi, pihak sekolah juga sudah melakukan pertemuan bersama BPOM Palu di Kantor Dinas Kesehatan Kota Palu.
Diwartakan sebelumnya, ratusan siswa SDIT keracunan makanan, setelah mengonsumsi nasi goreng dan stik pisang yang disiapkan pihak sekolah.
Akibatnya, dua rumah sakit milik pemerintah tidak bisa menampung mereka. Para siswa tersebut terpaksa dirujuk ke sejumlah rumah sakit lain yang ada di Palu.
Beberapa diantaranya terpaksa dirawat di Ruang ICU karena sudah terlalu lemas.
“Kejadian ini bisa dianggap sebagai Kasus Luar Biasa (KLB) karena korban lebih dari dua orang, dengan gejala keracunan berdasarkan jenis makanan yang sama,” ujar Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Palu, Safriansyah.
Pihaknya mengaku telah menerima satu paket sampel yang diduga menjadi penyebab keracunan. Saat ini, sampel tersebut sementara diproses.
Dia menjelaskan, sampel yang diterima yakni satu paket makanan jenis nasi goreng lengkap bersama lauknya, dan sambal terpisah. Selain itu, sampel lainnya yakni pisang goreng coklat dan muntahan korban dugaan keracunan.
“Untuk sampel muntahan, kami rekomendasikan ke Laboratorium Kesehatan (Labkes),” ungkapnya.
Terkait sampel muntahan yang diserahkan ke Labkes, hal itu karena kaitannya dengan pedoman penanganan KLB.
Sejak awal berdirinya sekolah itu tahun 2015, katanya, kasus keracunan makanan baru kali pertama terjadi di sekolah yang dipimpinnya itu. (FALDI)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.