PALU – Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat tergabung dalam Fraksi Bersih-Bersih Sulawesi Tengah (Sulteng), melakukan unjuk rasa, menyoroti insiden kecelakaan kerja di PT ITSS. Mereka meminta Pemerintah Provinsi Sulteng untuk mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang dianggap abai terhadap Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di kawasan industri.

“Dalam menghadapi insiden di PT ITSS, kami meminta Pemerintah Sulteng tidak hanya bersikap diam. Rekomendasi dan sanksi tegas harus diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang belum menerapkan Sistem K3 hingga saat ini,” ungkap Direktur JATAM Sulteng, Moh. Taufik, saat melakukan pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Provinsi Sulteng, Asisten II Rudi Dewanto, dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulteng, Jalan Samratulangi, Kota Palu, Rabu (27/12)r.

Moh. Taufik menyoroti kelemahan penguatan K3 di kawasan industri yang berdampak negatif pada masyarakat sekitar dan lingkungan. Ia menyampaikan keprihatinan bahwa Sulteng dianggap sebagai tempat pembuangan limbah tanpa memberikan keuntungan yang memadai bagi masyarakat setempat.

Dalam menyikapi hal ini, Asisten II Pemerintah Sulteng, Rudi Dewanto, menyampaikan bahwa Gubernur Sulteng, Rudi Mastura, telah merespons dengan memberikan perintah kepada PJ Bupati Morowali dan Kadis Tenaga Kerja untuk melakukan investigasi di lokasi kejadian. Pemerintah Sulteng berkomitmen untuk melakukan evaluasi tim investigasi guna memperbaiki sistem K3 ke depan.

Aksi unjuk rasa yang melibatkan puluhan massa dengan poster dan spanduk tuntutan dilakukan dari Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Sulteng, bergerak menuju Kantor Gubernur, DPRD Provinsi Sulteng, hingga berakhir di Dinas Energi Sumber Daya Dan Mineral (ESDM) Sulteng.

Selain menyoroti insiden kecelakaan kerja, aksi tersebut juga mengangkat dampak hilirisasi nikel terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Koordinator lapangan, M. Rizki, menuntut pembentukan tim investigasi independen, evaluasi sistem perizinan perusahaan tambang di Sulawesi Tengah, serta evaluasi dampak ekologi dan sosial di kawasan industri Morowali dan Morowali Utara.

Dalam seruannya, M. Rizki mendesak peningkatan upah buruh sebesar 20 persen, penerbitan Perda Ketenagakerjaan, pemberian kompensasi yang layak kepada buruh, dan penundaan sementara produksi nikel hingga hasil evaluasi menyeluruh diperoleh.

Aksi unjuk rasa ini diakhiri dengan seruan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, menegakkan aturan keselamatan kerja, dan memastikan bahwa industri nikel memberikan manfaat bagi masyarakat secara adil.