Tidak ada seorang mukmin yang paling berbahagia di dunia ini selain yang telah merasakan manisnya iman.
Tanda tanda manisnya iman ialah ketika kita merasakan sebuah kelezatan atau kenikmatan ketika beribadah kepada Allah, sehingga ibadah menjadi sebuah candu yang membuat kita selalu ingin beribadah terus kepada Allah dan mendorong kita selalu ingin mencari ridho Allah dalam beribadah.
Perbedaan antara orang-orang yang telah menikmati manis iman dengan yang belum. Di antaranya terlihat dari pola hidupnya.
Setiap orang diberikan waktu 24 jam sehari semalam, tetapi orang-orang yang telah merasakan manisnya iman tidak takut tidak cukup waktu untuk mencari nafkah karena ingin memaksimalkan waktunya untuk senantiasa menyambut seruan Allah dan Rasul untuk shalat (berjamaah) dengan sempurna.
Allah lebih dicintainya ketimbang harta berlimpah. Bahkan hamba-hamba seperti ini masih sempat datang lebih awal ke tempat ibadah untuk membantu orang lain dalam melaksanakan shalatnya.
Orang-orang yang telah menikmati lezatnya iman juga tak takut miskin hanya karena membantu orang lain dengan hartanya. Soalnya, telah mantap keyakinan di hati bahwa sesungguhnya harta yang palingbermanfaat untuk akhirat adalah jika disedekahkan di jalan Allah.
Bayangkan dengan kita umumnya yang sangat pelit, misalnya untuk menyedekahkan sedikit tanah untuk jalan untuk kepentingan bersama. Padahal bila disedekahkan, akan memperoleh pahala amal jariyah, yang terus-menerus.
Seorang ulama besar Hasan al Basry pernah menyatakan bahwa iman bukanlah angan-angan atau hanya pengakuan, tetapi keyakinan yang tertancap dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.
Untuk dapat mencintai Allah ada baiknya kita awali dengan mengenal Allah terlebih dahulu. Mengenal Allah bisa dengan cara mengenal diri kita sendiri, juga bisa dengan mengenal rangkaian setiap kejadian di alam semesta ini, lalu mengenal Allah melalui kalamNya, diikuti dengan mengenal Allah lewat asma-asmaNya. Kemudian diikuti dengan menyadari bahwa semua nikmat yang telah kita rasakan adalah pemberian Allah.
Insya Allah, dengan begitu niscaya kita akan mencintai Allah.
Orang yang mencintai Allah, dia akan banyak melakukan amalan-amalan sunnah disamping melakukan amalan yang wajib. Ia akan lebih dahulu melakukan apa yang dicintai Allah ketimbang apa yang ia cintai. Ia akan banyak membaca Alquran dengan merenungi dan memahami maknanya. Ia akan banyak berdzikir kepada Allah dalam kondisi apapun. baik melalui hati, lisan maupun perbuatan. Ia pun akan mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
“Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali-Imran : 31)
Sedangkan untuk dapat mencintai Rasul, kita harus mengetahui jasa-jasa Rasulullah Saw terhadap kita. Bahwa beliaulah yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang. Selain itu Rasulullah Saw juga amat sangat mencintai kita sebagai umatnya.
Hal itu dibuktikan ketika menjelang Beliau wafat, beliau begitu mengkhawatirkan kondisi umatnya kelak sepeninggalan Beliau sampai-sampai beliau mengucapkan, “Umatku, Umatku, Umatku”. Dengan cintanya Rasulullah Saw kepada kita, maka sudah seharusnya kita juga mencintai Beliau.
Seseorang yang mencintai Rasulullah, maka dia selalu berkeinginan ingin berjumpa dengan Beliau dan akan khawatir jika ia tidak bisa berjumpa dengan Beliau. Ia pun akan selalu meneladani akhlak dan sifat Rasulullah Saw, serta selalu bershalawat kepada Nabi Muahammad Saw.
Mencintai segala sesuatu karena Allah, tidaklah akan menghalangi manusia dari kehidupan yang wajar. Justru itulah cara hidup yang paling alamiah. Karena Allah senantiasa menyukai yang baik-baik.
Segala sesuatu yang dicintai-Nya pasti baik dan membawa manfaat, bahkan bukan hanya untuk pribadi melainkan juga untuk masyarakat banyak. Sementara yang dibenci Allah adalah sebaliknya, yang tentu saja akan membawa bencana bagi kehidupan manusia dan dunia. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)