PALU- Aliansi Sulawesi terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah, Walhi Sulawesi Tenggara, dan Walhi Sulawesi Selatan, mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai keuntungan hilirisasi nikel di Indonesia.
Dalam pidatonya di hadapan sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 16 Agustus 2023, Presiden Joko Widodo menyebut hilirisasi nikel sebagai sumber keuntungan besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
Direktur Eksekutif WALHI Sulteng Sunardi Katili menjelaskan, Aliansi Sulawesi memandang bahwa Presiden tidak sepenuhnya mengungkapkan dampak negatif dan persoalan timbul akibat hilirisasi nikel, terutama di daerah-daerah penghasil nikel seperti pulau Sulawesi.
Mereka mengklaim bahwa pernyataan presiden tidak didukung oleh fakta dan data lapangan.
Ia menuturkan, pihaknya menyoroti beberapa isu yang mereka anggap penting terkait hilirisasi nikel di Indonesia, kerusakan lingkungan dan kehilangan keanekaragaman hayati.
Dari catatan mereka miliki, adanya peningkatan aktivitas tambang ilegal nikel di pulau Sulawesi yang merusak hutan, mencemari sungai dan pesisir, serta mengancam flora dan fauna endemik, pencemaran udara dan air.
Ia menyebut, bahwa smelter nikel atau hilirisasi nikel berdampak pada pencemaran lingkungan seperti polusi udara dan air.
“Pabrik smelter dan peleburan bijih nikel menghasilkan debu, asap, dan limbah cair berpotensi mencemari lingkungan dan menyebabkan masalah kesehatan,”tuturnya.
Lanjut dalam catatan WALHI sebut dia, sebagian besar perusahaan smelter nikel di Indonesia didominasi oleh perusahaan-perusahaan China.
“Olehnya perlunya evaluasi terhadap standar perlindungan lingkungan dan sosial perusahaan China yang beroperasi di Indonesia,” tekannya.
Oleh karena itu ujar dia, Aliansi Sulawesi menuntut Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut; pertama, hentikan hilirisasi dan moratorium smelter nikel.
Selanjutnya, mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek hilirisasi nikel dan memberlakukan moratorium terhadap pembangunan smelter nikel di seluruh Indonesia, terutama di Pulau Sulawesi.
Kemudian, kaji ulang aktivitas smelter dan tinjau kembali semua aktivitas smelter nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
Lalu pertimbangkan kembali izin tambang baru dan meminta pemerintah untuk menghentikan penerbitan izin tambang nikel baru di Pulau Sulawesi.
Kemudian lagi, tinjau ulang izin tambang dalam kawasan hutanm dan mendesak pemerintah untuk memeriksa ulang dan mencabut izin usaha pertambangan serta kontrak karya tambang nikel di kawasan hutan dan wilayah kelola rakyat.
“Hentikan Pembangunan PLTU Captive, di Pulau Sulawesi,” pungkasnya. (IKRAM)

