PALU – Kepala BPS Provinsi Sulteng Simon Sapary mengatakan, tahun ini merupakan tahun kedua penggunaan metode baru dalam penyusunan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Beberapa indikator telah mengalami perubahan yang disesuaikan dengan dinamika demokrasi yang berkembang di tanah air.

Selain perubahan jumlah indikator dari 28 menjadi 22, perubahan juga dilakukan pada tahapan pengumpulan. Pada tahapan pengumpulan sebelumnya, terdapat proses wawancara mendalam dengan narasumber, namun saat ini proses itu tidak dilakukan lagi.

Dengan adanya perubahan proses tersebut, maka pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) ini menjadi sangat krusial, karena proses klarifikasi dan konfirmasi data dari eksternal BPS melalui forum resmi hanya akan dilakukan pada tahap ini.

Terkait penyelenggaran FGD ini ia menyampaikan, FGD ini dirancang untuk mendapatkan informasi tentang pendapat dan penilaian partisipan atas data-data kuantitatif berkaitan dengan indikator-indikator IDI yang telah dikumpulkan. Selain itu melakukan eksplorasi dan memberikan konteks atas kasus atau informasi yang telah dikumpulkan melalui review media dan dokumen.

Selain itu lagi menggali informasi berkaitan dengan indikator-indikator IDI yang belum didapatkan oleh Tim IDI BPS.

“FGD ini akan berlangsung selama sehari penuh, dengan peserta yang merupakan perwakilan dari beberapa elemen yang terkait dengan indikator-indikator dalam penghitungan IDI, mulai dari pemerintah daerah, ombudsman, tokoh masyarakat, akademisi, insan pers, dan LSM,” ujar kepala BPS Provinsi Sulteng Simon Sapary di hotel Jazz Selasa (11/4).

Data-data yang akan dibahas dalam FGD ini selain bersumber dari review media, dalam hal ini dari harian dan beberapa portal berita online, juga berasal dari review dokumen.

Sebagian data tersebut merupakan data-data sementara yang dapat dikoreksi melalui forum tersebut, dan sebagian lagi merupakan angka tetap yang tidak dapat dikoreksi karena merupakan angka resmi yang telah dipublikasikan oleh institusi sumber data.

Ini adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Data ini dikumpulkan dengan menggunakan dua metode pendekatan kuantitatif (review surat kabar dan dokumen) dan kualitatif (FGD).

Data IDI yakni, adalah kumpulan kejadian atau fakta lapangan. IDI tidak pernah mengumpulkan berbagai komentar persepsi pendapat argumen ataupun analisis dari siapapun, meskipun mereka adalah pakar ahli pejabat ataupun orang-orang tertentu yang ditokohkan.

Untuk cakupan wilayah pengumpulan data IDI dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dan di level pusat. Seluruh kejadian yang dikumpulkan harus terjadi di wilayah masing-masing, serta periode waktu kejadian seluruh fakta/kejadian terkait indikator IDI harus terjadi dalam periode 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2022.

Sementara itu Assisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Sulteng Fahruddin Yambas mengatakan, sejak tahun 2022 pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) telah menerapkan metode baru yang menekankan pentingnya tidak hanya dimensi politik tetapi juga dimensi sosial dan ekonomi. Konsep demokrasi dalam IDI, metode lama yang masih dipahami terbatas pada dimensi politik, sementara konteks demokrasi berdasarkan pengalaman negara-negara pasca otoritarianisme, seperti halnya Indonesia perlu melihat demokrasi dalam berbagai dimensi yang lebih luas termasuk ekonomi dan sosial.

“Dalam perspektif ini ketimpangan akses dan distribusi sumberdaya ekonomi juga merupakan problem demokrasi,” imbuhnya.

Begitu juga masih adanya kekuatan oligarki dalam sistem politik dan ekonomi di Indonesia adalah hambatan bagi demokrasi, karena berdampak pada adanya monopoli dan penumpukan sumber daya oleh pihak tertentu

“Jika melihat potret umum IDI 2021 yang dihasilkan capaian demokrasi kita bisa dikatakan cukup memuaskan indeks Nasional pada pengukuran ini 2021 menunjukkan angka-angka capaian sebesar 7,12 atau berkategori sedang (skor 60-80) sementara itu jika melihat trend capaian ini selama 5 tahun terakhir margin capaiannya semakin mendekati 80 oleh karena angka pengukurannya menggunakan metode baru hasil tersebut tentu saja akan menjadi baseline bagi pengukuran berikutnya,” Ujar Assisten 1 Provinsi Sulteng Fahruddin Yambas.

Berdasarkan data, capaian indeks demokrasi Sulteng tahun 2021 yaitu 77,95 dalam kategori sedang indeks aspek IDI Sulteng 2021 yaitu aspek kebebasan 92,76. Aspek ini menempatkan Sulteng berada di urutan pertama dari 34 Provinsi di tanah air. Sementara itu aspek kesetaraan sebesar 70,39 berada di urutan 31 dari 34 provinsi. Sementara dalam aspek kapasitas lembaga demokrasi 72,38 berada di urutan ke-18 dari 34 provinsi.

“Akhirnya apresiasi saya sampaikan kepada semua pihak atas capaian IDI Sulawesi Tengah 2021, semoga dengan pelaksanaan FGD- IDI 2022 capaian IDI Sulawesi Tengah akan lebih baik terutama pada aspek kesetaraan dan aspek kapasitas lembaga demokrasi,” ujar Mantan Kaban Kesbangpol Provinsi Sulteng ini.

Reporter Irma