Dikisahkan bahwa Abi Muslim Al-Khaulani memiliki seorang budak perempuan. Suatu ketika, entah apa penyebabnya, budak tersebut marah kepada Abi Muslim.

Karena tidak berani mengutarakan kemarahannya, akhirnya ia berniat buruk untuk membunuh secara diam-diam majikannya itu.

Ia kemudian menyiapkan sebuah minuman yang kemudian ia campur dengan racun mematikan. Harapannya, setelah ia meminum apa yang telah ia persiapkan, maka tak lama kemudian Abi Muslim akan meregang nyawa. Dengan begitu, kemarahan yang tertahan sekian lama akan terbalas dengan sempurna.

Dilihatnya Abi Muslim mulai menenggak minuman tersebut, ia mulai yakin bahwa beberapa saat kemudian ia akan tertawa atas kematian majikannya. Namun, setelah ditunggu beberapa lama, ternyata racun mematikan yang telah ia campurkan tak bereaksi sama sekali. Malahan sang majikan terlihat begitu bugar setelah menikmati minuman yang ia buatkan.

Waktu terus berjalan, dan Abi Muslim Al-Khaulani semakin terlihat segar dan bugar. Padahal, begitu jelas dalam ingatan sang budak bahwa ia telah meracuni majikannya itu dengan ramuan mematikan.

Keanehan tersebut begitu menyiksa batinnya. Ia mulai memikirkan sesuatu yang tidak-tidak pada majikannya tersebut. Kegamangan hati yang ia alami akhirnya memaksa mulutnya untuk mengatakan apa yang telah ia lakukan beberapa waktu silam.

“Tuanku, sesungguhnya aku telah meracunimu bebrapa waktu yang lalu. Namun, mengapa racun itu tak bereaksi sama sekali dalam tubuhmu?” Tanya sang budak mengawali pengakuannya dengan penuh keheranan.

“Mengapa engkau meracuniku?” Tanya Abi Muslim Al-Khaulani tenang.
“Karena engkau sudah tua renta.”

Ternyata sang budak marah hanya karena kekecewaannya terhadap Abi Muslim yang semakin terlihat tua. Hal itu membuatnya menjadi tak cinta lagi terhadap keadaan majikannya tersebut, sehingga berniat mengakhiri hidup majikannya daripada harus hidup berdampingan dengan aki-aki lanjut usia.

Abi Muslim pun menjelaskan ihwal mengapa racun tersebut tidak mempan dalam tubuhnya. Ia berkata, “Sesungguhnya aku membaca kalimat ‘bismillahirrahmanirrahim’ ketika makan dan minum.”

Inilah berkah amalan Bismillah. Dari sekian akhlak Muhammad Saw sejak kecil yang diperhatikan paman sekaligus pengasuhnya, Abu Thalib, ialah mengucapkan ‘bismillah’ setiap sebelum makan.

‘Bismillah’ (dengan nama Allah) bahkan senantiasa diucapkan oleh Nabi sebelum memulai pekerjaannya.

Nabi Sulaiman, misalnya, menulis kalimat ‘bismillahirrahmaanirrahiim’ dalam suratnya yang ditujukan pada Ratu Saba.

Seuntai kalimat yang sangat mulia, begitu mudah dilafalkan serta mendatangkan keberkahan  Bismillah, adalah sumber keberkahan dalam pekerjaan dan meninggalkannya akan menyebabkan kegagalan,” kata Ali bin Abi Thalib.

Dengan ‘Bismillah’ aktivitas atau pekerjaan seorang Muslim memiliki warna Ilahi. Dengan menyadari maknanya, seorang yang senantiasa mengucapkan ‘bismillah’ akan lebih dekat lagi dengan Allah. Sedemikian sehingga salah satu keberkahan bagi yang mengucapkannya, ialah terlindungi dari setan yang ingin menggodanya.

Alhasil,  Abi Muslim Al-Khaulani yang berbesar hati. Setelah mengetahui penyebab kemarahan budaknya yang mengakibatkan pembunuhan namun ternyata gagal, ia tidak marah sama sekali pada budaknya.

Justru ia malah memerdekakan budak tersebut demi melegakan hatinya. Terakhir, biasakan membaca bismillah disetiap memulai pekerjaan. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)