PALU – Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengungkap sejumlah hal yang menyebabkan timbulnya permasalahan pada daftar pemilih di setiap pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).

Masalah data pemilih yang berulang di setiap pemilu maupun pilkada itu menyebabkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) sering diplesetkan menjadi daftar permasalahan tetap.

Menurut Ketua Divisi Perencanaan, Data dan Informasi, KPU Sulteng, Halima, sumber permasalahan dari data pemilih tersebut biasanya berasal dari penyelenggara maupun panitia pemutkahiran data pemilih (pantarlih) yang melakukan kesalahan saat pencocokan dan penelitian (coklit).

“Tapi pada dasarnya, kesalahan data pemilih juga berasal dari budaya pemilih kita yang tidak tertib administrasi kependudukan (adminduk),” ungkap Halima saat kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Persiapan Pemutakhiran Data Pemilih pada Pemilihan Serentak 2024, di Palu, Rabu (16/11).

Halima mengatakan, Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) adalah salah satu dari dokumen kependudukan yang ada di dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Kata dia, e-KTP yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) tersebut diharapkan mampu menyelesaikan persoalan penduduk ganda karena penduduk tidak dapat tercatat di dalam dua atau lebih wilayah yang berbeda.

Menurutnya, dengan e-KTP tersebut, maka penduduk yang tidak berdomisili sesuai alamat KTP-nya juga bisa menyalurkan hak suaranya saat voting day.

“Jadi nantinya akan ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah khusus. Mereka inilah yang nantinya akan dimasukkan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK),” ujarnya.

Menurut Halima, TPS di wilayah khusus inilah yang menjadi salah satu isu strategis Pemilu 2024.

Kata dia, TPS wilayah khusus ini terdapat di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan, panti sosial atau panti rehabilitasi, relokasi bencana, daerah konflik dan lokasi lainnya dengan beberapa kriteria.

“Kriterianya adalah pemilih yang pada hari pemungutan suara tidak dapat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan domisili di KTP. Pemilih tersebut terkonsentrasi di suatu tempat dan jumlahnya dapat dibentuk paling sedikit satu TPS,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemutakhiran data pemilih di lokasi khusus tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan, seperti sosialisasi dan koordinasi dengan pejabat yang berwenang di lokasi khusus tentang kebutuhan pemutakhiran data pemilih di wilayah tersebut.

“Kemudian ada permohonan dari pejabat yang berwenang di lokasi khusus kepada KPU melalui KPU kabupaten/kota untuk dilakukan pemutakhiran di wilayah tersebut. Pejabat yang berwenang juga menyampaikan daftar potensial pemilih di lokasi khusus dalam format data sesuai dengan DP4,” jelasnya.

Setelah itu, kata dia, penetapan lokasi khusus tersebut akan dilakukan oleh KPU melalui surat keputusan KPU RI.

“Jadi pemutakhiran data pemilihnya itu berbasis de facto, di mana orang bisa menyalurkan hak pilihnya walaupun tidak tinggal di alamat sesuai KTP. Jadi berbeda dengan pemutakhiran data pemilih pada umumnya yang berbasis de jure,” katanya.

Pada kesempatan itu, Halima juga menyampaikan kondisi terakhir data pemilih berdasarkan hasil pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (DPB).

Di DPB awal (April 2021), jumlah pemilih di Sulteng adalah sebanyak 2.024.041. Sementara DPB akhir (September 2022), jumlah pemilih bertambah menjadi  2.060.263 jiwa. (RIFAY)