DONGGALA- Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) , baru-baru ini tengah mengembangkan kemandirian pangan dengan melakukan kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas tentang pertanian berkelanjutan.

Peningkatan kapasitas pertanian itu menyasar 25 perempuan disetiap desa masing-masing diantaranya, Desa Tinauka, Towiora, Panca Mukti, dan Desa Bonemarawa, Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Donggala.

Kegiatan tersebut dilakukan di dua tempat desa Tinauka dengan menyatukan peserta dari Desa Towiora begitupun Desa Panca Mukti dengan menyatukan peserta dari Desa Bonemarawa.

“Konsep homegarden (pertanian pekarang) menjadi pilihan untuk dikembangkan dengan memanfaatkan pekarangan rumah dan lahan kecil yang ada, serta dapat ditanami tanaman pangan, juga limbah rumah tangga yang bisa diolah menjadi pupuk organik,” kata Divisi Advokasi dan Hukum WALHI Sulteng, Andi Aulia kepada MAL Online, Senin (29/8).

Ia mengatakan, secara umum kondisi ke empat desa tersebut terdapat hampir seluruh lahan masyarakat hanya diperuntukan untuk tanaman monokultur seperti sawit. Di sisi lain dominasi modal seperti HGU PT Mamuang dan PT LTT anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) yang begitu luas.

“Sehingga hampir tidak ada aktivitas masyarakat bertani untuk memanam tanaman pangan seperti sayur-sayuran,” katanya.

Hal ini kata dia, mengakibatkan kebutuhan dasar seperti pangan sebagian besar dipasok dari luar daerah dan dijual dengan harga mahal, contohnya sayur kangkung Rp5000/1 ikat dan rica/ 1 ekso Rp 10.000.

Lebih lanjut sebutnya, tujuan dilakukanya kegiatan pelatihan pertanian berkelanjutan dengan tema “Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Perbaikan Tata Kelola Ekologis”. Selain memberikan pengetahuan teknis tentang tata cara menanam tanaman holtikultura, pembuatan pupuk organik dan menata lahan, juga memberikan edukasi tentang pentingnya untuk memastikan ketersediaan tanaman pangan yang ada di lingkungan masyarakat.

“Agar membantu mengurangi biaya pengeluaran rumah tangga. Selain untuk kebutuhan konsumsi, kedepanya bisa menjadi sumber mata pencaharian tambahan,” bebernya.

Hal tersebut juga disampaikan salah seorang warga dari Desa Tinauka. “ Masalah yang sering saya alami naik turunya harga sawit, pernah harga turun mencapai Rp 500/1Kg, dalam kondisi tersebut masyarakat cukup sulit menghadapi kondisi ekonomi, sehingga harus menekan pengeluaran rumah tangga terutama untuk kebutuhan konsumsi, apalagi kita hanya berharap sumber utama mata pencaharian dari hasil sawit saja,” ucap Toni (46) menghela nafasnya.

Olehnya menurutnya melihat kondisi yang di alami mereka (petani) terkait kebutuhan pangannya maka sangat penting untuk mendorong kemandirian pangan secara bertahap, sehingga kesadaran akan ancaman kerentanan terhadap pangan perlahan bisa mudah diatasi.

Kegiatan pelatihan tersebut di lakukan selama dua hari sejak Kamis (25 /8), kegiatan ini juga dibarengi dengan diskusi materi dan praktek, menggandeng BPP Rio Lalundu sebagai fasilitator teknis.

Dari hasil kegiatan pelatihan, terdapat rencana tindak lanjut perempuan yang di libatkan dalam kegiatan di integrasikan ke dalam Kelompok Wanita Tani (KWT), sehingga aktivitas yang dilakukan kedepanya dapat terintegrasi dengan kebijakan pemerintah desa maupun kabupaten.

Desa Tinauka ada 5 Kelompok Wanita Tani terbentuk paska pelatihan, yang berada di masing – masing dusun dan pemerintah desa berkomitmen akan mendukung melalui Dana Desa sebesar 20 persen dalam program ketahanan pangan.

Rep: IKRAM
Ed: NANANG