Ini adalah kisah Muadz bin Jabal ra, saat bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan. Rasulullah bersabda: Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu (Muadz). Apabila engkau menghafalnya, akan sangat berguna bagimu. Tetapi jika kau anggap remeh, maka kelak di hadapan Allah engkau tidak mempunyai hujjah.
Hai Mu’adz! Sebelum menciptakan langit dan bumi Allah telah menciptakan tujuh malaikat. Pada setiap langit terdapat seorang malaikat penjaga pintu, dan setiap pintu langit dijaga oleh seorang malaikat, menurut derajat pintu dan keagungannya.
Langit Pertama
Dengan demikian, malaikat-lah yang memelihara amal si hamba. Kemudian sang pencatat membawa amalan si hamba ke langit dengan kemilau cahaya bak matahari. Sesampainya pada langit tingkat pertama, malaikat Hafadzah memuji amalan-amalan itu.
Tetapi setibanya pada pintu langit pertama, malaikat penjaga pintu berkata kepada malaikat Hafadzah:
“Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya. Aku adalah penjaga orang-orang yang suka mengumpat. Aku diperintahkan agar menolak amalan orang yang suka mengumpat. Untuk mencapai langit berikutnya aku tidak mengizinkan ia melewatiku.”
Langit Kedua
Keesokan harinya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal shaleh yang berkilau, yang menurut malaikat Hafadzah sangat banyak dan terpuji.
Sesampai ke langit kedua (ia lolos dari langit pertama, sebab pemiliknya bukan pengumpat), penjaga langit kedua berkata, “Berhenti, dan tamparkan amalanitu ke muka pemiliknya. Sebab ia beramal dengan mengharap dunia. Allah memerintahkan aku agar amalan ini tidak sampai ke langit berikutnya.”
Maka para malaikat melaknat orang itu.
Langit Ketiga
Hari berikutnya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amalan seorang hamba yang sangat memuaskan, penuh sedekah, puasa, dan berbagai kebaikan, yang oleh malaikat Hafadzah dianggap sangat mulia dan terpuji.
Sesampainya di langit ketiga, malaikat penjaga berkata: “Berhenti! Tamparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku malaikat menjaga kibr (sombong). Allah memerintahkanku agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku dan tidak sampai pada langit berikutnya. Itu karena salahnya sendiri, ia takabbur di dalam majelis.”
Langit Keempat
Singkatnya, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba lainnya. Amalan itu bersifat bak bintang kejora, mengeluarkan suara gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, shalat, ibadah haji, dan umrah.
Sesampainya pada langit ke empat, malaikat penjaga langit berkata: “Berhenti! Lemparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga ‘ujub. Allah memerintahkan ku agar amal ini tidak melewatiku. Sebab amalnya selalu disertai ‘ujub.”
Langit Kelima
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba yang lain. Amalan itu sangat baik dan mulia, jihad, ibadah haji, ibadah umrah, sehingga berkilauan bak matahari. Sesampainya pada langit kelima, malaikat penjaga mangatakan:
“Aku malaikat penjaga sifat hasad (dengki). Meskipun amalannya bagus, tetapi ia suka hasad kepada orang lain yang mendapatkan kenikmatan Allah swt. Berarti ia membenci yang meridhai, yakni Allah. Aku diperintahkan Allah agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku.”
Langit Keenam
Lagi, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal seorang hamba. Ia membawa amalan berupa wudhu’ yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, haji, dan umrah.
Sesampai di langit ke enam, malaikat berkata: “Aku malaikat penjaga rahmat. Amal yang kelihatan bagus ini tamparkan ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah mengasihani orang lain, bahkan apabila ada orang ditimpa musibah ia merasa senang. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku, dan agar tidak sampai ke langit berikutnya.”
Langit Ketujuh
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit. Dan kali ini adalah langit ke tujuh. Ia membawa amalan tak kalah baik dari yang lalu. Seperti sedekah, puasa, shalat, jihad, dan wara’.
Suaranya pun menggeledek bagaikan petir menyambar-nyambar, cahanya bak kilat. Tetapi sesampai pada langit ketujuh, malaikat penjaga berkata: “Aku malaikat penjaga sum’ah (sifat ingin terkenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap perkumpulan, menginginkan derajat tinggi dikala berkumpul dengan kawan sebaya, ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpin.
Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku dan sampai kepada yang lain. Sebab ibadah yang tidak karena Allah adalah riya. Allah tidak menerima ibadah orang-orang riya.” Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)