PALU – Pihak Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri (PN) Palu, mengaku telah menyerahkan salinan putusan Mahkamah Agung (MA) kepada salah satu jaksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Donggala, pada tanggal 22 Juni 2017 lalu.

Salinan putusan tersebut untuk tiga terdakwa dugaan korupsi proyek pembangunan rumah jabatan (Rujab) Ketua DPRD Donggala tahun 2008, senilai Rp127 juta lebih.

Anehnya, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Donggala yang ditanyai media ini perihal tindaklanjut putusan MA itu, membantah telah menerima salinan putusan.

Padahal, salinan putusan itulah yang menjadi dasar eksekusi bagi Kejari Donggala, selaku pemohon kasasi. Dengan dalih itulah, Kejari menyatakan tidak bisa melakukan eksekusi kepada para terdakwa.

“Jadi kita tidak terima dari pihak lain, baik dari media online, masyarakat atau segala macam, harus resmi dari pihak berwenang, yaitu Panitera Pengadilan Negeri,” jawab

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Kejari Donggala, Suwarno, usai pembukaan sosialisasi TP4D bagi Kades se-Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi, di Wisma Pemda Donggala, Kamis (24/08).

Dia bahkan meragukan hal itu. Ditengah kecanggihan IT sekarang, kata dia, bisa saja adal pemalsuan dan segala macam.

“Saat kita lakukan eksekusi, ternyata amarnya salah, bahaya. Makanya kita tunggu surat resminya dari PN Palu,” katanya.
Media ini mencoba menelusuri kembali ke Panitera Muda (Padmud) Tipikor, PN Palu. Di saat bersamaan, ternyata salah satu pegawai Padmud Tipikor, sedang berkomunikasi dengan salah satu penyidik Kejari Donggala, yang intinya menanyakan perihal salinan putusan itu.

“Ini barusan penyidik menelpon, menanyakan salinan putusan itu. Pada intinya, salinan putusan telah diserahkan, cuma penyidiknya tidak tahu menyimpan dimana,” kata pegawai Padmud tersebut.

Praktisi Hukum, Dr. Elvis DJ Katuwu angkat bicara terkait “hilang”-nya salinan putusan MA tersebut. Dia mengatakan, salinan putusan adalah dokumen negara atas suatu perkara yang telah selesai disidangkan pada tingkatannya.
Kaitannya dengan upaya hukum, maka tentunya akan menjadi kesulitan jika putusan tidak di tangan jaksa.

“Untuk pelaksanaan putusan sudah tugas dasarnya adalah salinan putusan. Jadi yang didasarkan petikan itu ekseksi yang tidak berdasar pada hukum, sehingga tereksekusi dapat mengajukan keberatan di pengadilan untuk eksekusi yang tidak didasarkan pada hukum,” tutupnya.

Diketahui, salinan putusan itu terkait kasasi yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Donggala, masing-masing untuk mantan Kepala Dinas Permukiman dan Penataan Wilayah (Kimpraswil) Donggala, Andi Sose Parampasi, Nomor 2010 K/Pid.Sus /2016. Dalam salinan putusan itu, Andi Sose yang saat ini tengah menjabat Kepala Dinas (Kadis) Sosial Provinsi Sulteng, dihukum satu tahun pidana penjara, denda Rp50 juta, subsidair tiga bulan kurungan. Lalu, membayar uang pengganti Rp.23 juta, subsider 6 bulan penjara.

Kemudian salinan putusan Nomor 2009 K/Pid.Sus/2016 atas nama Mohammad Said Entebo selaku rekanan (Direktur CV Lutom Jaya) yang dijatuhi pidana penjara satu tahun, denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp8 juta subsider tiga bulan penjara.
Terakhir adalah salinan putusan Nomor: 2011 K/Pid.Sus/2016 atas nama Yanti Ardhyanty Bawias selaku Pejabat Pelaksana Tehnis Kegiatan (PPTK). Dia divonis satu tahun penjara dan membayar denda Rp50 juta, subsider tiga bulan penjara.

Sebelumnya, JPU menuntut Andi Sose Parampasi dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan atau 4,5 tahun penjara, denda senilai Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan serta membayar uang penganti senilai Rp23 juta subsider 1 tahun penjara.

Kemudian kepada terdakwa Yanti Ardhyanty Bawias dituntut 4,5 tahun penjara dan denda senilai Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan Mohammad Said Entebo dituntut 4,5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan dan membayar uang penganti senilai Rp8 juta, subsider 1 tahun penjara.

Namun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, PN Palu, ketiganya divonis bebas. Tidak puas, JPU pun melakukan kasasi ke MA. (IKRAM)