Oleh: Abdul Basit Arsyad
Direktur Al-Azhar Mandiri Palu

Sejak kecil saya sering diceritakan oleh ayah saya Almarhum Ki Hi Rustam Arsyad tentang keteladanan Guru Tua (SIS Aljufri). Bagaimana hubungan Guru Tua dengan guru-gurunya. Bagaimana cara Guru Tua mengajarkan guru-gurunya agar mendidik murid dengan lemah lembut dan tidak menghukum murid-muridnya secara fisik. Beliau menegur guru-gurunya bila ada yang memukul murid-muridnya. Saya sering diceritakan oleh ayahanda tentang toleransi yang diajarkan oleh Guru Tua.

Kita berbuat baik kepada manusia tidak melihat agamanya, memberi makan kepada burung saja kita bisa dapat pahala (Balasan kebaikan) apalagi kepada manusia. Saya masih ingat cerita ayahanda, bagaimana Guru Tua mempercayakan seorang guru Kristen untuk mengajar di madrasah Alkhairaat.

Guru Tua mempercayakan seseorang dalam pekerjaan tidak melihat suku atau agama tapi dari kemampuannya. Ayah saya sebagai salah satu muridnya beliau tugaskan sebagai kepala sekolah atau Kepala Madrasah Muallimin Alkhairaat selama 18 tahun (Mulai dari pendirian Madrasah Muallimin Alkhairaat Pertama tahun 1950 sampai tahun 1968).

Disamping sebagai kepala Sekolah, Guru Tua mempercayakan pula untuk membantunya dalam mendirikan Perguruan Tinggi UNIS Alkhairaat dan beliau diminta oleh Guru Tua menjadi Wakil Rektor UNIS (Universitas Islam Alkhairaat) Palu sejak tahun 1964. Sedang Rektornya adalah Guru Tua (SIS Al-Jufri) sendiri. UNIS ini adalah cikal bakal dari UNISA (Universitas Alkhairaat) sekarang.

Dalam pergaulan sehari-hari Guru Tua tidak hanya bergaul dengan kalangan ummat Islam saja, tetapi Guru Tua tetap membangun komunikasi dengan kalangan non muslim. Demikian pula di bidang pendidikan walaupun murid-murid di madrasah Alkhairaat 100 persen beragama islam, tetapi Guru Tua pernah mempercayakan seorang guru beragama Kristen untuk mendidik murid-murid Madrasah Alkhairaat karena beliau tidak hanya sekedar mengajarkan toleransi dengan kata-kata melainkan memberikan contoh nyata.

Adalah seorang pendeta muda benama Almarhum PK.Entoh (Ayah dari Ibu Dra. Diah Agustiningsih,M.Pd, Kepala Dinas Pariwisata Propinsi Sulawesi Tengah) Disamping pendeta muda beliau adalah seorang pendidik senior. Saya pernah mendapatkan bimbingannya saat pertama kali menjadi guru pada tahun 1993 di BPG (Balai Pelatihan Guru) Sulawesi Tengah.

Di Madrasah Alkhairaat Guru Tua mempercayakan PK Entoh sebagai guru mata pelajaran Ilmu hitung dagang. Selama periode tahun (1957-1962). Prof Dr Huzaimah T Yanggo MA, menulis dalam bukunya : “Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri Pendiri Alkhairaat dan Konstribusinya dalam Pembinaan Ummat” PK. Entoh menceritakan kenangannya selama bersama Guru Tua:

“Setiap hari selesai saya mengajar siswa-siswi Pesantren Alkhairaat, ketika pulang, Guru Tua telah menunggui para guru di depan sekolah Alkhairaat, terkadang duduk atau berdiri, sambil mengulurkan tangannya berjabat tangan atau menyalami para guru, termasuk dirinya khusus kepada saya, Guru Tua pegang bahu saya dan menepuk-nepuk pundak saya, sambil berkata oh… terima kasih dek… terima kasih dek, sudah bersedia memberikan ilmunya kepada anak-anak kita.

Dia bilang “anak-anak kita” padahal mereka semuanya Muslim, sedangkan saya seorang Kristen, mengapa Guru Tua mengatakan anak-anak kita? Jadi ini berarti, siswa-siswi Alkhairaat itu, juga adalah anak-anak saya sekalipun saya seorang Kristen.

Di sisi lain, kalau Guru Tua pulang dari inspeksi Alkhairaat ke daerah-daerah, ketika kembali tiba di Palu, Guru Tua masuk sekolah dan dia cari dimana saya mengajar. Begitu berjumpa dia bertanya sambil menepuk-nepuk pundak saya…. bagaimana keadaan mereka? Bagaimana anak-anak kita pak guru, tolong bimbing mereka menjadi orang baik agar berguna bagi bangsa dan negara.

Kata PK Entoh : Mendengar kepercayaan dan tanggungjawab seperti itu, saya menjawabnya ; iya guru, sambil menangis terharu akan penghormatan beliau kepada saya yang beragama Kristen”

Catatan : Wawancara dengan Pendeta PK. (Pante Kosta) Entoh (lahir 6 Juni 1934 wafat 7 Juli 2009). Wawancara ini dilakukan di Palu pada bulan Mei 2009, Ketika beliau masih hidup dalam kondisi sakit. Ketika itu sang pendeta bercerita sambil menangis mengenang bagaimana keteladanan, ketelusan, kearifan, seorang tokoh islam model Guru Tua, dalam memperlakukan seorang non muslim seperti dirinya.

Toleransi Guru Tua ini bukan hanya kepada guru non muslim, tapi juga mempercayakan seorang Tukang Foto Profesional non muslim yang beragama Kristen sebagai langganannya.

Saat saya masih belajar di bangku sekolah dasar saya menyaksikan sendiri Guru Tua sering mengundang dan bergaul akrab dengan tukang foto professional yang ramah ini. Tukang foto tersebut bernama Kopio. Beliau pemilik Studio Foto Sinar (1952-1995). Kopio adalah ayahanda dari bapak Son Djaelangkara pemilik Panglima Foto.

Pak Kopio adalah langganan tetap Guru Tua bila berada di Palu. Hampir Sebagian besar foto-foto Guru Tua dan kegiatan perguruan Alkhairaat di Palu adalah hasil karya Almarhum Kopio. Beliau wafat tahun 1984.

Kesimpulannya guru tua bergaul dengan siapa saja tanpa memandang suku atau agama baik muslim ataupun non muslim. Dan guru tua bekerjasama dengan seseorang tidak melihat suku atau agamanya tapi berdasarkan kemampuan dan keahliannya.

Sumber :

  • Buku “Sayyid Idrus bin Salim Aljufri Pendiri Alkhairaat dan Kontribusinya dalam Pembinaan Ummat”
  • *SIS ALJUFRI = Sayyid Idrus bin Salim Aljufri