PALU – Masyarakat Kabupaten Poso mengacam akan menduduki lahan garapan PT Poso Energy jika jika tuntutan mereka kepada perusahaan itu tidak dipenuhi. Tuntutan itu mereka sampaikan pada Pertemuan Antara Masyarakat Adat dan PT Poso Energy, di Ruang Polibu, Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Rabu (22/12)

Menurut Tokoh Adat Danau Poso Berlin Modjanggo, kehadiran masyarakat adat danau Poso pada saat ini, hendak menyampaikan dua tuntutan mereka.

“Tuntutan jangka pendek kami diantaranya ganti untung sawah masyarakat yang terendam 362ribu per are per musim tanam. Ganti untung kebun palawija yang terendam 250 ribu per are per musim tanam,” sebutnya.

Menuntut PT Poso Energy bertanggung jawab atas penggusuran karamba, dan pegusuran 36 buah wayamasapi di Sulewana.

Adapun tuntutan jangka panjang mengembalikan siklus normal air Danau Poso semula per 2022 dan seterusnya.

“Kemudian menuntut penentuan batas sempadan danau di 509 Mdpl dan memastikan pelibatan masyarakat adat Danau Poso dalam setiap proses pengembalian kebijakan mengenai danau yang bersinggungan dengan aktifitas PT Poso Energy,” tandas Berlin Modjanggo.

Selain itu, pihaknya merasa tersinggung atas sikap yang ditujukkan oleh perusahaan dimana tidak melaksanakan givu seperti yang diminta.

Berlin Modjanggo mengungkapkan, Danau Poso adalah kehidupan bagi orang Pamona. Danau Poso memiliki dimensi kehidupan yang lain, Danau Poso bukan sekedar sekelompok air.

Sejak tahun 2018 pihaknya sudah menyuarakan keberatan terhadap proses dan aktivitas Poso Energy melalui rembuk warga, melalui musyawarah desa, musyawarah adat, menemui camat, bupati, DPRD Kabupaten Poso, Provinsi, DPR RI hingga surat terbuka kepada presiden RI. Sayangnya usaha itu tidak membuahkan hasil.

Adapun dampak sosial budaya, terjadi konflik diantara masyarakat. Lunturnya nilai nilai budaya masyarakat diantaranya nilai kebersamaan, termasuk nilai teologi dan budaya.

Sementara dampak ekonominya adalah, rusaknya wilayah pekerjaan masyarakat, dan hilangnya mata pencaharian warga.

“Jadi bisa disimpulkan bahwa kehadiran PT Poso Energy khususnya bendungan PLTA Poso Satu tidak memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Sebaliknya telah merusak kehidupan ekonomi sosial dan budaya masyarakat,” ujar Berlin.

Manager CSR PT Poso Energy Irma Suryani mengatakan, adapun tuntutan masyarakat seperti yang diminta sebagian besar sudah di penuhi. Dalam data dari 4 kecamatan tersebar di 17 desa sawah di 16 area sudah terealisasi 100 persen. Begitu juga permintaan ternak.

“Masalah saat ini adanya presepsi yang berbeda-beda dengan masyarakat adat dengan tim kami yang ada di lapangan,” ujar Irma Suryani.

Sementara Kepala Desa Meka I Gede Suka Artana mengatakan, ganti untung yang telah dilakukan perusahaan 10 kg per are sangat tidak rasional.

“Pihak perusahaan terkesan sembunyi-sembunyi, datang di kampung tanpa ada musyawarah langsung turun lapangan. Yang di sini kami tidak sependapat,” ujar I Gede Suka Artana.

Hingga berita ini dinaikkan pertemuan antara masyarakat, PT Poso Energy dan pemerintah Provinsi belum mendapatkan kesepakatan.

Reporter: IRMA
Editor: NANANG