DONGGALA – Masyarakat Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala berkomitmen terus melestarikan tradisi tenun sebagai kebudayaan yang menjadi tanggung jawab bersama.

“Sejak zaman dahulu sampai sekarang secara turun-temurun di dalam tubuh  masyarakat Desa Towale itu mengalir darah tenun yang kuat yang tak terpisahkan dari kehidupannya. Kalau kemudian ada yang tidak peduli, berarti itu orang dari luar,” kata Kepala Desa Towale, Muhammad Subhan Tahir, saat tampil sebagai salah satu pemateri workshop rawat tenun Donggala, Sabtu (13/11).

Acara yang dibuka Camat Banawa Tengah, Rahmadi itu terlaksana atas kerja sama Pemerintah Desa Towale dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Manado.

Menurut Subhan, dengan ditetapkannya Towale sebagai desa tenun dan desa wisata di Kabupaten Donggala, maka sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama masyarakat setempat untuk terus mendukung program tersebut. Sebab, kata Subhan, dari banyak desa di Kabupaten Donggala, Towale satu-satunya yang masih memiliki penenun tradisional terbanyak.

“Apalagi selama berabad-abad silam masyarakat terus mempertahankan cara tenun tradisional dan itu menjadi kebanggaan kami sebagai pewaris budaya leluhur ini. Masyarakat Towale sampai saat ini memiliki darah tenun yang mengalir di tubuhnya dan terus diwariskan,” kata Subhan.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Tenun Donggala (Asted), Imam Basuki, mengharap adanya komitmen antara pengrajin dengan seluruh stakeholder yang telah mendorong dalam memajukan tenun di Desa Towale. Kata dia, Galeri Tenun dan Sou Pontanu yang dibangun dengan dana CSR agar digunakan maksimal.

“Sebab sampai saat ini sejak diresmikan beberapa bulan lalu, belum nampak aktifitas di galeri dan di tempat tenun yang disediakan,” ungkapnya.

Ia pun menyatakan komitmennya untuk berperan dalam pelestarian tenun dengan menjadi fasilitator, dalam hal ini berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Bank Indonesia serta dinas terkait untuk sama-sama memajukan tenun.

“Kami di asosiasi itu tidak mencari keuntungan karena lembaga kami memang nirlaba, hanya menjadi fasilitator mempertemukan pihak-pihak yang bisa membantu kemajuan tenun. Insya Allah ke depan bisa kerja sama pula dengan organisasi Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Donggala sebagaimana telah kami koordinasikan,” jelas Imam.

Pemateri lainnya dalam workshop tersebut adalah Rim, sejarawan dari Museum Negeri Sulawesi Tengah. Ia menyampaikan tema peran perempuan dalam pelestarian tenun Donggala dan berbagai latar belakang kelebihan dan motif tenun yang beragam.

Menurut Rim, tenun Donggala cukup dikenal sebagai bagian kebudayaan nusantara yang telah berabad-abad eksis dalam masyarakat, memiliki ciri khas cukup menarik dengan banyaknya motif yang saling mempengaruhi dengan tradisi tenun lainnya yang ada di Sulawesi Selatan, Kalimantan dan Jawa.

“Saling mempengaruhi melalui motif itu merupakan satu kekayaan karena sejak lama terjadi saling tukar hasil produksi mengingat Donggala memiliki pelabuhan zaman dahul cukup ramai,” jelas Rim.

Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay