MAKASSAR – Seorang pemengaruh, Farisa Efendi, mengatakan, pedoman membuat konten yang baik di dunia digital, di antaranya adalah orisinal, bisa memberi jawaban, menarik dan viral, bersifat visual atau grafis, serta selalu update.
“Etika yang perlu dipatuhi dalam pembuatan konten yaitu memikirkan konsep, memahami target, serta tidak meniru karya orang lain. Juga, jangan mengunggah konten yang sensual,” katanya saat saat membawakan materi “Konten Digital yang Boleh dan Tak Boleh”, pada rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Siberkreasi dan Dyandra Promosindo, secara virtual, Senin 25 Oktober 2021 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Hal senada juga dikatakan Muhammad Firdaus. Managing Partner Funco Law Office yang membawakan materi “Perlindungan Hak Cipta di Ranah Digital” itu, menyampaikan, pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi dari suatu produk, yakni melaksanakan sendiri, memberikan izin, ataupun melarang pihak lain dalam sinkronisasi atau penggabungan dengan ciptaan lain, mekanik atau penggandaan, serta mengumumkan atau performing rights.
“Warganet seharusnya tahu akan hak orang lain ini, agar tidak mengalami penuntutan di kemudian hari karena menggunakan hak cipta tanpa izin,” ujar dia.
Selain Farisa dan Firdaus, kegiatan yang diikuti 690 peserta dari berbagai kalangan maupun profesi itu juga menghadirkan dua narasumber lainnya, yakni CEO Next Generation (NXG) Indonesia, Khemal Andrias dengan menyampaikan tema “Menyambut Generasi Alfa, Peluang dan Tantangan Keterampilan Digital” dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Fajar, Mariesa Giswandhani dengan materi “Nabung atau Belanja Online”. Jalannya kegiatan dipandu oleh moderator, Sinta Pramucitra.
Khemal Andrias sebagai narasumber pertama, mengatakan, kemampuan dasar yang harus dimiliki anak di era digital, yakni teknik penggunaan perangkat, literasi media termasuk pengelolaan informasi, dan bersosial di internet.
Adapun, sejumlah keterampilan digital yang tengah berkembang, yaitu analisis data, kreator konten, atau digital marketing.
“Berdasarkan berbagai hasil riset, yang paling banyak digunakan generasi alfa, yaitu menonton Youtube; bermain video game; baru mencari informasi, itupun sedikit sekali angkanya,” ujarnya.
Pemateri selanjutnya, Mariesa Giswandhani, memaparkan, sebanyak 88,1% dari total pengguna internet di Indonesia menggunakan e-dagang untuk berbelanja. Perilaku konsumtif warganet umumnya dipengaruhi oleh kemudahan berbelanja di dunia maya.
Oleh sebab itu, kata dia, pengguna internet harus mampu mengasah kecakapan berbelanjanya, misalnya dengan membuat skala prioritas, memeriksa review dan deskripsi barang, serta memulai investasi digital, walaupun dengan jumlah modal yang kecil.
“M-Banking sulit untuk membuat menabung, sehingga gunakanlah rekening yang konvensional,” sarannya.
Setelah pemaparan materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Sinta Pramucitra. Para peserta tampak antusias dan mengirimkan banyak pertanyaan. Panitia memberikan uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.
Salah seorang peserta, Adi Prastya, bertanya tentang seberapa penting inovasi dalam membangun bisnis daring.
Menanggapi hal itu, Mariesa Giswandhani mengatakan bahwa dalam berbisnis, hal yang pertama dilakukan adalah konsistensi dalam membuat produk.
“Selanjutnya, pengusaha juga harus memikirkan inovasi produk untuk dapat bersaing dan menarik pelanggan baru,” katanya.
Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan informatif yang disampaikan narasumber terpercaya.
Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, silakan kunjungi https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi. ***