PALU – Legislator DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dari Partai Amanat Nasional (PAN), Muhaimin Yusuf Hadi menyatakan, tidak perlu ada apresiasi atas penembakan dua DPO Poso oleh Satgas Madago Raya, Ahad lalu.
“DPRD tidak mengapresiasi penembakan karena tidak juga tuntas. Kita akan apresiasi kalau habis (seluruh DPO),” tegasnya, di Gedung DPRD Sulteng, Selasa (13/07).
Diketahui, Ahad (11/07) lalu, terjadi kontak senjata antara Satgas Madago Raya di Pengunungan Batu Tiga, Dusun Enam Tokasa, Desa Tanalanto, Kabupaten Parigi Moutong, yang mengakibatkan dua DPO tewas.
Dua DPO tersebut diketahui bernama Rukli dan Ahmad Panjang. Sedangkan tiga lainnya melarikan diri dalam keadaan terluka.
Anggota DPRD dari Daerah Pemilihan (Dapil) V (Poso, Morowali-Morut dan Touna) itu mengatakan, peristiwa tersebut hampir sama dengan sebelum-sebelumnya, di mana ada DPO yang tertembak, kemudian ada lagi DPO lain yang bergabung.
“Habis dua orang, tahan lagi. Kemudian naik lagi orang lain,” ungkapnya.
Sebagaimana yang telah ia sampaikan sebelumnya, salah satu cara menumpas seluruh DPO tersebut adalah menyerahkan penanganan sepenuhnya kepada pihak TNI.
“Terbukti yang menembak itu TNI, demikian juga Santoso lalu, TNI yang melumpuhkan. Jadi solusinya memang serahkan TNI,” tegasnya.
Tahun 2022 mendatang, lanjut dia, komisi III DPRD Sulteng akan membantu sepenuhnya pembukaan akses jalan di tempat-tempat yang ditengarai menjadi tempat persembunyian para DPO.
“Supaya tidak ada alasan akses medan yang susah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Muhaimin juga pernah mengatakan bahwa ia pesimis dengan upaya penanganan DPO yang dilakukan aparat kepolisian.
Pada pertemuan yang berlangsung tertutup antara DPRD Sulteng dengan Kapolda dan Danrem, beberapa waktu lalu, ia melihat dari arah pembicaraan bahwa upaya yang akan dilakukan lebih banyak pada penyekatan wilayah untuk membatasi ruang gerak sisa-sisa kelompok MIT tersebut.
Untuk itu, ia sendiri berpendapat agar operasi pengamaman di Poso itu diserahkan sepenuhnya kepada TNI, mengambil alih sepenuhnya dari Polri.
“Mereka (DPO) ini kan bergerilya, tentu kita harus pakai yang namanya anti gerilya dan itu cuma ada di tubuh TNI, bukan Polri. Justru itu yang saya bilang dengan adanya penjelasan soal luas wilayah yang begitu luas, ya sudah serahkan saja kepada TNI,” tegasnya.
Ia berharap tidak ada ego sektoral dalam penanganan Poso, karena ini menyangkut untuk kemaslahatan kita semua, baik yang ada di Poso, Sigi maupun Parimo.
Ia sendiri mengaku akan sangat kecewa jika usulan ini tidak diindahkan, karena masalah di Poso pastinya tidak akan tuntas jika ditangani oleh polisi.
“Dari Tahun 2008 sampai sekarang tidak selesai. Karena minta maaf selama ini kami menganggap ini semua hanya proyek Polri,” tutupnya. (RIFAY)