PARIMO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mempertanyakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sarang burung walet di wilayah itu.
Dalam setahun capaian PAD dari sarang burung walet hanya sebesar Rp. 50 juta. Sementara pengusaha walet di Parimo saat ini sangat banyak.
Anggota Komisi II DPRD Parimo, Suardi mengatakan, Pemerintah Provinsi menyatakan Parimo merupakan salah satu daerah penghasil terbesar sarang walet yang penjualannya tembus hingga 47 ton.
“Target PAD sebesar Rp. 50 juta Seharusnya satu pengusaha walet saja bisa menutupinya,” ungkapnya usai mengelar RDP bersama Bappeda, Selasa (8/06).
Ia menjelaskan, capaian sarang walet per tahunnya dinilai sangat kecil. Kedepan dinas penghasil dituntut agar lebih meningkatkan PAD masing-masing, khususnya pada pelaku usaha sarang burung walet.
Selain itu, dia mengingatkan Bapenda untuk setiap tahun meningkatkan target PAD setiap OPD penghasil dan memberikan target yang sama Berdasarkan capaian tahun-tahun sebelumnya.
“Apabila target PAD tahun ini bisa dicapai lebih, maka tahun berikutnya diberikan penambahan target dari sebelumnya,” jelasnya.
Kepala Bapenda Parimo, Masdin mengatakan, pihaknya juga menginginkan agar PAD dari sektor sarang burung walet bisa memberikan kontribusi yang besar. Hanya saja, pihaknya terkendala masih minimnya kesadaran pemilik sarang burung walet untuk menyetorkan kewajibannya.
“Pemilik sarang burung walet masih kurang sadar dengan kewajiban pajaknya. Terkadang mereka mengaku belum ada hasil dari usaha mereka itu,” jelasnya.
Namun, pihaknya akan membuat kerjasama dengan aparat desa, untuk membantu pemerintah dalam proses penagihan pajak kepada para pengusaha sarang burung walet.
Ia menuturkan, PAD dari beberapa sektor yang juga menjadi sorotan yakni, PDAM yang target capaiannya tiap tahun dianggap menurun. Padahal pada beberapa tahun sebelumnya mampu mencapai PAD hingga diangka Rp 900 juta.
Kemudian, sektor pemakaian kekayaan daerah seperti alat berat dengan target PAD Rp 175 juta, yang dianggap sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya operasionalnya sebesar Rp 400 juta.
“Sebaiknya kalau biaya operasionalnya tinggi, maka target PAD-nya rendah, jangan lagi dimasukan ke daftar sektor capaian PAD, dan jangan lagi diberikan biaya operasionalnya,” tutupnya.
Reporter : Mawan
Editor : Yamin


