PALU- Dari hasil analisis spasial dilakukan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menunjukkan dari 6.553.672 hektar daratan Provinsi Sulawesi penguasaan ruang didominasi oleh korporasi pertambangan dan  perkebunan kelapa sawit.

Koordinator Tim Kajian divisi Advokasi WALHI Sulteng, Khaerudin dalam konferensi pers secara daring catatan akhir tahun 2020 WALHI Sulteng, memaparkan, peruntukan ruang produksi berbasis investasi ini terlihat jelas dalam peta pola ruang Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulteng disusun oleh pemerintah provinsi akan ditetapkan menjadi Perda.

“Tahun 2019 pemerintah telah menerbitkan 463 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas 1.889.664,54 hektar (39,07%) dari total luas wilayah daratan Sulawesi Tengah,” sebutnya, Selasa (28/12).

Bahkan pemerintah merencanakan akan menetapkan beberapa wilayah di Kabupaten Morowali, Morowali Utara dan Kabupaten Banggai sebagai Kawasan Industri Prioritas sektor pertambangan.

Sementara itu penguasaan lahan sektor perkebunan didominasi oleh perusahaan perkebunan sawit berskala besar, total luasan izin perkebunan sawit mencapai 722.637,99 hektar atau (11,14%) dari 53 korporasi perkebunan sawit yang beroperasi di Sulteng.

Khaerudin menambahkan, paradigma pembangunan berbasis investasi tidak saja melanggar nilai-nilai sosial tetapi juga menimbulkan paradoks dan inkonsistensi peruntukan ruang.

Selain itu, kata Khaerudin, hasil kajian spasial WALHI  Sulteng menemukan fakta bahwa beberapa izin pertambangan dan perkebunan sawit berada dalam kawasan hutan dan kawasan konservasi.

“Dari 4.067.377 ha kawasan hutan dan konservasi di Sulteng terdapat 1.249.347 hektar konsesi pertambangan berada di dalam kawasan hutan dan kawasan konservasi,” paparnya.

Demikian pula halnya dengan perkebunan kelapa sawit, sebut Khaerudin terdapat 21.000 hektar berada di dalam kawasan hutan dan kawasan konservasi.

Selain kawasan tumpang tindih dengan kawasan hutan, wilayah izin usaha pertambangan dan perkebunan sawit yang diterbitkan oleh pemerintah juga tumpang tindih dengan kawasan peruntukan permukiman, pertanian dan perkebunan masyarakat.

“Total luas tumpang tindih izin pertambangan dan izin perkebunan sawit dengan areal peruntukan lainnya kurang lebih 340.991 hektar,” sebutnya.

Khaerudin menyebutkan,  total luas areal izin pertambangan dan perkebunan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, kawasan konservasi serta kawasan peruntukan lainnya diperkirakan mencapai 1.632.073 hektar.

Dampaknya imbuh Khaerudin, terjadi konflik agraria dan perampasan tanah rakyat.

“Ekspansi pertambangan, perkebunan sawit berskala besar dan rencana investasi sektor energi telah menimbulkan degradasi lingkungan,” pungkasnya.

Reporter: Ikram
Editor: Nanang