PALU – Penyintas bencana alam yang menempati hunian sementara (huntara) Lapangan Koni dan Tavanjuka, didampingi Sulteng Bergerak melakukan audiensi bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, baru-baru ini.

Pertemuan yang berlangsung di Masjid Huntara Lapangan Koni yang sedianya dihadiri Plt Walikota Palu, Sigit Purnomo Said urung terlaksana sebab yang bersangkutan sedang melakukan agenda lain, sehingga membuat kecewa penyintas.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Sulteng Bergerak, Freddy Onora, menyayangkan ketidakhadiran Plt Wali Kota untuk mendengarkan sejumlah masalah penyintas.

Padahal, kata Freddy, jauh sebelumnya, pihaknya sudah melayangkan surat resmi dan telah mengonfirmasi kehadiran Plt Wali Kota.

“Awalnya, protokoler Wali Kota Palu memberikan informasi bahwa Plt Wali Kota akan hadir. Namun, tiba-tiba mereka batalkan saat pertemuan itu hendak dilangsungkan. Ini tentu sangat mengecewakan kami, terutama para penyintas,” tutur Freddy, Kamis (26/11).

Freddy mengatakan, pertemuan tersebut telah melalui proses perencanaan yang panjang mulai dari membangun komunikasi dengan Pemkot Palu, hingga melayangkan surat resmi.

“Kita sebenarnya berharap pemerintah Kota Palu memberikan jalan keluar atas kompleksitas masalah warga, seperti kejelasan zona rawan bencana yang berdampak pada relokasi warga, pemenuhan hak dasar penyintas, fasilitas kesehatan dan skema bantuan hunian yang masih simpang siur sampai dengan hari ini,” jelasnya.

Lebih lanjut, kata Freddy, kondisi penyintas selama kurang lebih dua tahun pascabencana sangat memprihatinkan, mulai dari kondisi huntara yang sudah mulai rusak, minimnya air bersih, berakhirnya masa kontrak tanah di lokasi huntara dan pelayanan hak dasar yang buruk.

Bahkan, kata dia, banyak masalah sosial terjadi di huntara mulai dari kekerasan hingga kasus-kasus bunuh diri.

“Pemkot Palu nyaris tak hadir di tengah-tengah penyintas, indikatornya bisa dilihat dari kasus bunuh diri. Paling terbaru kasus pembunuhan terhadap penyintas yang hari-harinya berprofesi sebagai ibu rumah tangga,” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Pemkot Palu dalam hal ini Kepala Dinas PU, Iskandar Arsyad, menegaskan, tidak benar jika Pemerintah Kota Palu tidak bekerja dalam proses percepatan pemulihan pascabencana.

Iskandar mengatakan, sejak awal pemerintah sudah bekerja secara optimal meskipun masih banyak kekurangan.

“Salah besar jika ada yang mengatakan Pemkot tidak bergerak. Persoalan belum tercatat dan terdaftar silakan langsung ke BPBD. Mungkin masyarakat tahu atau tidak tahu itu karena kurangnya sosialisasi,” sebutnya.

Iskandar mengakui, bahwa ada oknum yang ‘bermain’ terkait skema bantuan yang semestinya diterima Penyintas. Dia  menegaskan, bahwa jika terjadi hal tersebut harus segera dilaporkan agar bisa diproses secara hukum.

Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Bambang Subarsyah mengatakan, persoalan relokasi dan zona merah ini memang terbentur dari kondisi etnografis masyarakat, persoalan lain  dihadapi adalah data.

Bambang mengimbau, agar warga segera mengecek langsung terkait data Penyintas di BPBD.

“Orang yang berada di zona merah tidak bisa lagi mendapatkan dana stimulan, harus relokasi. Tapi memang persoalannya kearifan lokal kita, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa meninggalkan tempat mereka hidup,” katanya..

Ibu Sritini Haris (53), salah seorang penyintas di Huntara Lapangan Koni menyampaikan kekecawaannya terhadap Pemerintah Kota Palu.

Menurutnya, mereka tidak pernah mendapatkan sosialisasi cukup terkait kejelasan skema bantuan yang diperoleh, ditambah lagi kondisi huntara yang makin memprihatinkan karena kurang mendapat perhatian.

“Ini di huntara sudah banyak sekali anak kecil (bayi) yang lahir sementara fasilitas kesehatannya tidak memadai. Listrik bayar sendiri, air susah. Terus kami disuruh pindah sementara yang lain-lain dibiarkan membangun. Sudah capek kita disuruh sabar terus Pak,” keluhnya.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay