PALU – Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) masih menjadi salah satu daerah dengan pernikahan anak tertinggi di Indonesia.

Secara nasional, Sulteng menempati peringkat kelima pernikahan anak tertinggi, khususnya perempuan usia di bawah usia 20 tahun dengan persentase 58,9 persen. Bahkan anak usia di bawah 18 tahun di daerah itu juga masih tinggi, yakni 32 persen.

Peringkat pertama hingga keempat pernikahan anak tertinggi diisi Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

Terkait dengan hal tersebut, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulteng, Maria Ernawati mengatakan, tingginya angka pernikahan anak di Sulteng cukup mengkhawatirkan, karena dapat berdampak pada kesehatan perempuan, khususnya saat melahirkan.

Menyikapi tingginya kasus pernikahan anak, BKKBN Sulteng telah membentuk program integrasi lintas sektor bernama ‘Patujua’. Program tersebut sudah dibentuk bulan lalu dengan melibatkan sejumlah instansi, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Sosial (Dinsos) dan lain sebagainya.

“Dalam bahas Kaili, Patujua berarti menuju tujuan bersama. Patujua ini merupakan satu inisiasi program terpadu. Sebetulnya untuk menekan pernikahan anak sudah banyak instansi punya program. Sayangnya, selama ini masih jalan sendiri. DP3A jalan sendiri, BKKBN jalan sendiri, Dinas Sosial jalan sendir, dinas lain juga begitu. Melalui ‘Patujua’ kita padukan menjadi program bersama,” kata Maria Ernawati, di Palu. Senin (9/11).

Saat ini, kata dia, telah memasuki tahapan pembahasan pembentukan Peraturan Gubernur (Pergub) Sulteng.

“Pergubnya masih dibahas. Mudah-mudahan dalam waktu dekat Pergub ini  sudah bisa ditelaah,” harapnya.

Melalui program terintegrasi ‘Patujua’, Maria Ernawati optimis, angka pernikahan anak di Sulteng bisa ditekan.

“Nanti kita bentuk satu mekanisme dan sistem kerja bersama dalam program ‘Patujua’. Kita berharap, dalam waktu tiga tahun ke depan, angka pernikahan anak di Sulteng sudah bisa kita turunkan,” tuturnya.

Sebagai informasi tambahan, ada tiga persoalan utama menyebabkan pernikahan anak di Sulteng masih tinggi, yakni faktor ekonomi, pemahaman kurang oleh masyarakat dan pergaulan bebas alias seks bebas.

Sementara itu, tingkat pernikahan anak tertinggi di Sulteng berada di Kabupaten Buol, Parigi Moutong dan Kabupaten Banggai. Sedangkan daerah dengan angka pernikahan anak terendah di Sulteng adalah Kota Palu.

Apapun itu, selain masalah pernikahan anak yang masih menjadi pekerjaan rumah, memutus mata rantai penyebaran Covid-19 harus menjadi prioritas utama semua elemen. Jangan lupa selalu menerapkan protokol kesehatan (prokes) melalui 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak atau menghindari kerumunan. (YAMIN)