PALU – Pembangunan pusat pembelajaran dan pengelolaan kelor, Asean Moringa Learning Center (AMLC) di Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), telah dimulai.

Pembangunan gedung pusat pembelajaran tanaman kelor terbesar di Asean itu ditandai dengan peletakkan batu pertama oleh Owner & Founder Moringa Organik Indonesia (MOI), A Dudi Krisnadi, Jumat (30/10).

“AMLC  ini merupakan pusat pembelajaran masyarakat serta wisata edukasi, belajar cara budidaya dan pengelolaan tanaman kelor organik, ” kata Dudi, di sela-sela peletakan batu pertama.

Dudi mengatakan, mulai dari pembibitan sampai pengelolaan serta pengemasan produk, semua berada dalam satu lokasi. Mekanismenya sendiri melalui pendekatan dan kerja sama masyarakat dengan pola silih asah, silih asih dan silih asuh.

Meski diklaim sebagai pusat pembelajaran terbesar di Asean, namun kata Dudi, pihaknya tidak ingin besar kepala, sebab semua itu adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada Sulteng, khususnya bagi masyarakat Kota Palu.

“Ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan derajat kesehatan sebagai nutrisi asupan harian dan menjadi sumber peningkatan pendapatan masyarakat. Ini juga sebagai bentuk recovery (pemulihan) pascabencana di Kota Palu, Kabupaten, Donggala, Sigi dan Donggala,” katanya.

Ia mengatakan, terabaikannya potensi sosial ekonomi tanaman kelor, lebih karena ketidaktahuan bangsa ini dalam mengolahnya dengan benar untuk dapat dimanfaatkan sebagai makanan dan minuman bernutrisi tinggi.

“Bisa menjadi pakan ternak dan pupuk alami yang menyuburkan tanah dan tanaman serta untuk perawatan tubuh alami yang menakjubkan,” paparnya.

Untuk tahap awal, lanjut dia, pihaknya akan melibatkan lebih dari 200 ribu petani pengolah tanaman kelor melalui pola kerja sama “sehat dan sejahtera dengan bekerja di rumah.

Hal tersebut, kata dia, dimungkinkan karena adanya kearifan salah seorang tokoh pengusaha yang tidak ingin disebut namanya dan sangat peduli terhadap kesejahteraan dan perikehidupan petani Sulawesi Tengah.

Untuk itu, ia menekankan bagi para Keloris dan petani pengolah Kelor di manapun berada, selama jujur dan patuh terhadap SOP MOI, maka pasti akan dibeli.

“Sebab kelor dijual itu kandungan nutrisinya, bukan beratnya,” sebutnya.

Terkait itu, Kapolres Parimo, AKBP Andi Batara Purwacaraka yang turut hadir pada peletakkan batu pertama tersebut, mengatakan, sehubungan dengan pelibatan masyarakat, maka bisa mendapat keuntungan, baik bagi kesehatan diri dan keluarganya, maupun pendapatan ekonominya.

“Dengan konsep mini, minimal satu kepala keluarga (KK) menanam kelor 1.000 sampai 1.500 pohon, asumsi panen setelah 6 bulan bisa memetik sekitar 15 kg sehari untuk dijual kepada kami yang bisa berlaku sampai 50 tahun ke depan,” kata Andi Batara selaku pencetus kemitraan bersama masyarakat.

Sementara itu, Akademisi Universitas Kutai Kertanegara (Unikarta), Kalimantan Timur, Muhammad Fadli, menambahkan, dirinya bertugas untuk mengorganisir para expert (ahli) yang nantinya akan mendukung AMLC.

Putra asli Sulawesi Tengah itu menambahkan, para ahli yang terlibat ini,  selain dari perguruan tinggi, juga akan dihimpun dari berbagai balai lembaga/kementerian untuk bersinergi dan berkolaborasi menjadi kesatuan yang mendorong suksesnya pelaksanaan kegiatan di AMLC.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay