OLEH: Moh. Ahlis Djirimu*

Ada dua puluh dua pertanyaan yang harus dijawab oleh penyelenggara negara baik legislatif dan secara khusus eksekutif di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Pertama, apakah Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota mempunyai Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD)? Kedua, jika pertanyaan pertama terjawab ‘ya’, apakah RPJPD tersebut terjabarkan secara ‘cerdas’ dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)?

Ketiga, apakah Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota mempunyai RPJMD? Keempat, jika pertanyaan ketiga terjawab ‘ya’, apakah RPJMD tersebut merupakan dokumen ‘layak’ berisi kebutuhan Sulteng dan 13 kabupaten/kota terjabarkan secara ‘cerdas’ untuk 5 tahun perencanaan?

Kelima, bila pertanyaan keempat terjawab ‘ya’, apakah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mempunyai Rencana Strategis dan/atau Perubahan Rencana Strategis pascabencana 28 September 2018 (28S2018)?

Keenam, jika pertanyaan nomor 5 terjawab ‘ya’, apakah dokumen Renstra/P-Renstra ‘layak’ dan merupakan jabaran ‘cerdas’ RPJMD ditambah dengan kegiatan-kegiatan strategis yang muncul kemudian berupahasil hasil monitoring dan evaluasi Bappeda, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), hasil reses anggota DPRD di wilayah Daerah Pemilihan (Dapil), maupun hasil usulan kebutuhan masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan?

Ketujuh, bila, pertanyaan nomor 6 terjawab ‘ya’, apakah OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota mempunyai Rencana Kerja dan/atau Perubahan Rencana Kerja (P-Renja) pascabencana 28S2018 ditambah dengan kegiatan-kegiatan strategis yang muncul kemudian berupa hasil-hasil monitoring dan evaluasi Bappeda, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), hasil reses anggota DPRD di wilayah Daerah Pemilihan (Dapil), maupun hasil usulan kebutuhan masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan?

Kedelapan, apakah Renja/P-Renja tersebut ‘layak’ dan merupakan jabaran ‘cerdas’ Renstra/P-Renstra ditambah dengan kegiatan-kegiatan strategis yang muncul kemudian berupa hasil-hasil monitoring dan evaluasi Bappeda, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), hasil reses anggota DPRD di wilayah Daerah Pemilihan (Dapil), maupun hasil usulan kebutuhan masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan?

Kesembilan, apakah Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota mempunyai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)?

Kesepuluh, apakah RKPD tersebut ‘layak’ dan merupakan akumulasi dan Renja/P-Renja OPD tahun berkenan ditambah dengan kegiatan-kegiatan strategis yang muncul kemudian berupa hasil monitoring dan evaluasi Bappeda, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), hasil reses anggota DPRD di wilayah Daerah Pemilihan (Dapil), maupun hasil usulan kebutuhan masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan?

Kesebelas, bagaimana Gubernur dan Bupati/Walikota melalui Bappeda/Bappelitbangda menjamin melalui monitoring dan evaluasi bahwa RPJMD merupakan dokumen ‘layak’ dan merupakan jabaran ‘cerdas’ RPJPD, Renstra/P-Renstra ‘layak’ dan merupakan jabaran ‘cerdas’ RPJMD ditambah dengan kegiatan-kegiatan strategis yang muncul kemudian berupa hasil-hasil monitoring dan evaluasi Bappeda, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), hasil reses anggota DPRD di wilayah Daerah Pemilihan (Dapil), maupun hasil usulan kebutuhan masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan?

Keduabelas, bagaimana Gubernur dan Bupati/Walikota melalui Bappeda/Bappelitbangda menjamin melalui monitoring dan evaluasi bahwa Renja/P-Renja OPD ‘layak’ dan merupakan jabaran cerdas Renstra/P-Renstra OPD ditambah dengan kegiatan-kegiatan strategis yang muncul kemudian berupa hasil-hasil monitoring dan evaluasi Bappeda, hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), hasil reses anggota DPRD di wilayah Daerah Pemilihan (Dapil), maupun hasil usulan kebutuhan masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan?

Ketiga belas, apakah Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) merupakan implementasi RKPD Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota? Keempat belas, bagaimana Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menjamin, baik melalui indicator sasaran program maupun indicator sasaran kegiatan, KUA-PPAS selaras dengan RKPD dan memenuhi regulasi?

Kelima belas, apakah R-KUA-PPAS dibahas bersama DPRD sesuai Ayat (1) dan (2) Pasal 310 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta mengacu pada Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD dan merujuk pada RKPD?

Keenam belas, apakah Rincian Kegiatan Anggaran (RKA) OPD mempunyai Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disusun oleh masing-masing OPD bersamaan dengan Renstra/P-renstra, Renja/P-Renja?

Ketujuh belas, bagaimana Gubernur/Walikota/Bupati menjamin melalui Bappeda/Bappelitbangda bahwa OPD mempunyai KAK pada setiap kegiatannya? Kedelapan belas, bagaimana TAPD menjamin bahwa RKA merupakani mplementasi KUA-PPAS?

Kesembilan belas, apakah RAPBD merupakan implementasi RKA OPD dan bagaimana TAPD menjamin bahwa RAPBD merupakan implementasi RKA OPD dan mendukung pencapaian Visi dan Misi Kepala Daerah?

Kedua puluh, Bagaimana Gubernur/Walikota/Bupati melalui Bappeda, BPKAD, BAWASDA menjamin bahwa dokumen Perencanaan di atas berjalan optimal dalam arti fungsional, tepat waktu, tepat mutu, tepat anggaran?

Kedua puluh satu, apakah, RPJMD, Rancangan KUA-PPAS, RAPBD dibahas Bersama DPRD sesuai regulasi di atas?

Kedua puluh dua, bagaimana Gubernur/Bupati/Walikota mengetahui bahwa semua dokumen Perencanaan dan Penganggaran di atas selaras satu sama lain dan menjadi rujukan OPD untuk mencapai Visi dan Misinya selama lima tahun pemerintahannya?

Kedua puluh tiga, apakah legislative maupun eksekutif memahami esensi perubahan Paradigma Pembangunan Daerah yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo sejak Tahun 2017 dari Money Follow Function menjadi Money Follow Program?

Bila dua puluh tiga pertanyaan di atas terjawab dengan baik dalam arti implementatif dan substantif, maka dari perspektif perencanaan dan penganggaran, hal ini merupakan indicator berjalannya birokrasi sesuai Misi Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota dan semua indicator Visi Pemerintahan baik laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan PDRB perkapita, angka kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, IPM, dan ketimpangan akant ercapai, Insya Allah.

Dalam realitasnya, terdapat bottleneck dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan. Pada suatu seminar, 11 April 2019, dua kawan dekat Kepala OPD masih mempresentasikan adanya Visi dan Misi OPDnya masing-masing.

Fenomena ini menunjukkan, 2 tahun setelah berlakunya Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 sebagai pengganti Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, Permendagri Nomor 86/2017 belum tersosialisasi baik.

Adanya kegiatan penyusunan Renstra dan Renja yang mempunyai anggaran selangit menunjukkan bahwa pemahaman birokrasi masih beragam dan irasional serta belum mengacu pada standarisasi harga (HPS).

Adanya rehabilitasi gedung padahal gedungnya belum lama dibangun menunjukkan mentalitas bertentangan dengan prinsip-prinsip Tata Kelola Pemerintahan.

Adanya kegiatan OPD yang sudah tercapai 130 persen menunjukkan bahwa OPD masih berpola tindak Money Follow Function, walaupun paradigmanya Money Follow Program.

Adanya duplikasi kegiatan menunjukkan adanya mentalitas inefisiensi dalam pembangunan. Adanya OPD mengambil tupoksi OPD lain untuk melakukan pengkajian menunjukkan misunderstanding pada regulasi.

Spending review merupakan solusi melalui pendampingan oleh Bappeda, Bapenda, BPKAD, Bawasda, BP3A dengan mendahulukan terms of trainer perencanaan dan penganggaran ASN pada OPD ini.

Bila masih terjadi lagi bottleneck, maka bukan Reformasi Birokrasi yang berjalan, pemerintah daerah masih berada pada tataran ‘Repot Masih Birokrasi’. ***

*Penulis adalah Staf Pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FEB-Untad