PALU – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Bunga Elim Somba, menyatakan, tidak ada aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (Peti) di Kelurahan Poboya.

Jika ada, maka pihaknya bisa saja menindaklanjuti aktivitas tersebut dengan melaporkan ke aparat kepolisian, itupun jika ada laporan dari masyarakat.

Menanggapi pernyataan tersebut, Pengamat Pertambangan Sulawesi Tengah, Syahruddin A. Douw, mengatakan bahwa peti di Poboya belum berhenti.

Syahruddin A. Douw

“Sejauh ini terdapat dua lokasi yang masih aktif beraktivitas. Hal ini tidak boleh dianggap remeh, apalagi menunggu laporan masyarakat ataupun organisasi kemasyarakatan seperti LSM,” kata Etal, sapaan akrabnya, Sabtu (11/07).

Sepengetahuannya, terdapat dua tempat di Poboya yang masih aktif, pertama di wilayah kelola lama dekat sungai, dan kedua di wilayah Watutempa.

“Di lokasi kedua ini, kuat dugaan aktifitasnya begitu massif, sampai melakukan perendaman seperti yang terjadi di Kayuboko Parigi,” ungkapnya.

Menindaklanjuti kondisi itu, kata dia, harusnya pemerintah melalui Dinas ESDM dan institusi kepolisian saling bergandengan tangan melakukan penindakan kepada para pemodal besar yang tetap melakukan aktivitas itu.

“Kalau hal ini terus dibiarkan dan cenderung tebang pilih dalam penindakan, maka itu bukan solusi dalam menyelesaikan pelanggaran hukum,” tuturnya.

Seminggu yang lalu, lanjut dia, Kapolda Sulteng telah menginstruksikan akan melakukan penertiban di Dongi-Dongi.

Namun, baginya, hal itu hanyalah upaya tambal sulam dalam penegakan hukum.

“Kami meminta penegakan hukum yang transparan, baik oleh pemerintah maupun kepolisian, tidak memilih-milih wilayah yang akan ditertibkan,” katanya.

Menurutnya, Kapolda hanya mau fokus di Dongi-Dongi, tapi wilayah lain tetap dibiarkan seperti di Poboya dan Kayuboko Parigi.

“Kalau mau penegakan hukum yang adil kepada publik, maka satu-satunya jalan adalah melakukan pemberhentian semua wilayah yang ilegal,” tegasnya.

Bahkan, kata dia, penertiban juga dilakukan pada tambang-tambang yang belum memiliki dokumen RKAB, walaupun sudah mengantongi izin produksi. Begitupun perusahaan yang bekerja di luar IUP, wajib diberhentikan.

“Kita butuh kepastian hukum agar semua penambang melengkapi dokumen perizinan dan dokumen administrasi lainnya. Tujuannya hanya satu, industri tambang bisa dikontrol oleh pemerintah di tengah laju kerusakan lingkungan yang tinggi di Sulawesi Tengah,” pungkas mantan Direktur Eksekutif Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng itu. (RIFAY)