PALU – Upaya pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia masih menemui beberapa kendala, salah satunya adalah rendahnya kepatuhan/pemenuhan standar pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan publik baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun,  menetapkan,  dan menerapkan standar pelayanan  untuk  setiap  jenis  pelayanan  sebagai tolok  ukur  dalam  penyelenggaraan  pelayanan  di  lingkungan  masing-masing oleh penyelenggara dalam melayani masyarakat sesuai amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

“Rendahnya kepatuhan/pemenuhan standar pelayanan mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan public, ekonomi biaya tinggi, hambatan pertumbuhan investasi dan pencapaian target RPJPN, RPJMN, RKP yang terkait sektor pelayanan public,” kata Ombudsman RI, Dr Ninik Rahayu, pada kegiatan Workshop Pendampingan Survei Kepatuhan Tahun 2019, di salah satu hotel di Kota Palu, Kamis (02/05).

Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulteng, Sofyan Farid Lembah, mengatakan, tujuan dilaksanakannya kegiatan pendampingan tersebut, di antaranya mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi komponen standar pelayanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Selain itu untuk pengenalan komponen indikator yang dinilai oleh Ombudsman melalui penerapan standar pelayanan publik.

“Juga untuk penyesuaian dinamika standar pelayanan pasca diberlakukannya kebijakan OSS (Online Single Submission) serta pemetaan produk layanan berusaha dan non-berusaha di masing-masing unit pelayanan terpadu pasca diberlakukannya kebijakan OSS,” imbuhnya.

Sementara Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Rus’an Yasin, mengatakan, kegiatan tersebut mencakup peserta dari regional Sulawesi.

“Masing-masing provinsi mengirimkan utusannya dari beberapa kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota diwakili oleh tiga Organisasi Perangkat Daerah yang terdiri dari Biro/Bagian Organisasi dan Tata Laksana Pemerintah Daerah, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Daerah serta Dinas Komunikasi dan Informatika, masing-masing satu orang,” urainya.

Selain Anggota Ombudsman RI, lanjut dia, narasumber lain dalam kegiatan tersebut yakni Asisten Deputi Pengembangan Industri, Kemenko Perekonomian, Dr Atong Soekirman yang membawakan materi tentang implementasi PP 24 Tahun 2018  tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Secara Elektronik dan terkait dengan OSS.

“Di mana belum berfungsinya satuan tugas kementerian/lembaga dan pemda dan juga masih banyaknya daerah yang belum memahami tentang OSS,” tambahnya.

Narasumber lainnya adalah dari Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kemenkominfo, Dirgantara Manurung yang menyampaikan materi, di antaranya tentang implementasi sistem pelayanan perizinan elektronik pemerintah dan sistem one to money dan money to one dalam pelayanan.

Gubernur Sulteng yang diwakili Asisten III Bidang Administrasi Umum, Hukum dan Organisasi, Mulyono, memberikan apresiasi kepada jajaran Ombudsman yang tetap komitmen melaksanakan tupoksinya selaku pengawas pelayanan public.

Dia berharap, melalui pendampingan Ombudsman, dapat berdampak positif dalam peningkatan penilaian kepatuhan bagi para pemerintah provinsi dan kabupateni/kota se regional Sulawesi.

Dia mengakui, upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik masih menemui kendala yang berakibat belum meratanya kualitas pelayanan publik, baik yang dilakukan oleh tiap penyelenggaraannya di pusat maupun di daerah.

Menurutnya, sebagai pengawas pelayanan publik, Ombudsman secara kontinyu melakukan penilaian di tingkat pusat maupun daerah dalam penerapan standar pelayanan public.

“Dari rentang waktu 2015 sampai 2018, menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih abai terhadap amanah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009. Ini ditunjukkan dari masih sedikitnya pemerintah daerah yang masuk dalam zona hijau atau zona kepatuhan tinggi. Sementara signifikansi perubahan zona dari merah kuning ke hijau dari tahun ke tahun sangat kecil yang mengindikasikan masih banyak penyelenggara yang belum memahami arti dari implementasi standar pelayanan di unitnya masing-masing,” tuturnya.

Meski demikian, kata dia, patut disyukuri sebab berdasarkan hasil survei kepatuhan tahun sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sulteng dan Pemerintah Kabupaten Banggai berada di zona hijau.

“Selaku pemerintah provinsi tentu harapan kami supaya hasil ini dapat menginspirasi bagi kabupaten/kota yang belum beranjak dari zona kuning dan zona merah supaya cepat membenahi tiap indicator, yang masih kurang nilainya. Dalam hal ini saya sebut, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Tojo Una-Una, Donggala dan Sigi,” tutupnya. (RIFAY)