PALU – Elemen mahasiswa, akademisi, aktivis, seniman, NGO dan pegiat literasi, menggelar Aksi Kamisan pertama, di depan Gedung DPRD Provinsi Sulteng, Kamis (21/03). Aksi itu sebagai bentuk perlawanan terhadap aksi kriminalisasi petani Kabupaten Donggala oleh PT. Mamuang yang beraktivitas di Sulawesi Barat.
Pegiat Agraria dan Lingkungan Hidup, Abdi, mengatakan, kriminalisasi terhadap petani secara khusus yang dialami Hemsi alias Frans adalah bentuk pelanggaran HAM, di mana negara tidak pernah memperlihatkan komitmennya untuk menuntaskan persoalan ini, bahkan terkesan berpihak pada korporasi perusak lingkungan.
“Jadi seperti yang kita tahu bahwa ada petani di Rio Pakava, Kabupaten Donggala yang dipenjara di Pasangkayu karena mempertahankan tanahnya dari kerakusan PT. Mamuang (Anak Perusahaan Astra Agro Lestari) yang mengklaim tanah Hemsi,” ungkap Abdi.
Manager Kajian dan Pembelaan Hukum, Mohamad Hasan, menambahkan, persoalan dengan PT. Mamuang bukan yang pertama kali. Di Tahun 2017, perusahaan itu juga telah mengkriminalisasi empat petani Polanto Jaya, yakni Sikusman, Suparto, Jufri dan Mulyadi.
“Ini menjadi bukti bahwa kehadiran PT. Mamuang atau dalam hal ini Astra Agro Lestari secara keseluruhan di Sulawesi Tengah telah melahirkan berbagai macam persoalan yang salalu saja menjadikan petani sebagai korban keganasan mereka, sehingga ini perlu dituntaskan,” jelasnya.
Dia berharap, dengan keterangan para saksi di pengadilan, maka majelis hakim dapat mendesak Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan sertifikat dan Hak Guna Usaha PT. Mamuang dalam sidang berikutnya.
Sebab selama ini, kata dia, sejak tahun 2017 ketika WALHI Sulteng mendampingi empat petani Polanto Jaya, PT. Mamuang tidak pernah menghadirkan peta HGU mereka.
Apalagi, kata dia, selama proses sidang ini, Hemsi secara fakta hukum memiliki bukti-bukti surat kepemilikan lahan yang dapat dihadirkan di persidangan.
Akademisi, Richard Labiro, mengatakan, sampai saat ini proses-proses kriminalisasi yang dilakukan negara beserta aparat represif negara masih saja terus terjadi, di segala ruang lingkup hidup masyarakat.
“Baik dalam konteks agraria, pendidikan dan lainnya,” katanya.
Dia bahkan menilai, negara ini belum memiliki konsep Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kasus-kasus kecil saja belum mampu diselesaikan, apalagi kasus-kasus HAM berat,” imbuhnya.
Sementara Koordinator Aksi Kamisan Palu, Taufik mengatakan, pelanggaran HAM telah terjadi dimana-mana secara nasional, tidak terkecuali di Sulteng.
“Aksi kamisan ini sebagai bentuk peringatan kepada negara bahwa sampai detik ini tidak ada penyeleaaian kasus-kasus HAM,” katanya.
Dia mengatakan, ada banyak petani, aktivis pejuang agraria dan lingkungan hidup yang dipenjara, sebut saja Is, Budi Pego dan Hemsi.
Dia menegaskan, aksi Kamisan ini lahir sebagai akumulasi kekecewaan terhadap negara yang tidak pernah menyelesaikan kasus-kasus HAM.
Aksi Kamisan kemarin mengangkat tema “Melawan Lupa, Merawat Ingatan” di mana massa aksi membawa berbagai macam atribut bertuliskan berbagai kecaman terkait upaya kriminalisasi kepada petani, pejuang agraria dan lingkungan hidup, disertai dengan foto aktivis pejuang agraria dan lingkungan yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara. (FALDI/IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.