PALU – Komisi II DPRD Sulteng berencana melakukan hearing sejumlah supplier bahan bakar, sebagai tindak lanjut rapat kerja yang dilakukan bersama Dinas Pendapatan (Dispenda) yang membahas tentang pendapatan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Senin (20/08). Rapat kerja dimaksud dihadiri Kepala Dispenda Sulteng, Abd Wahab Harmain dan Asisten II Pemprov Sulteng, Mulyono.
Dari hasil rapat kerja tersebut, pihak komisi II menduga ada manipulasi data penerimaan PBBKB, sehingga terjadi “kebocoran” pendapatan sebagaimana yang pernah diungkapkan Wakil Ketua Komisi III, Muh Masykur, beberapa waktu lalu.
“Kami melihat adanya ketimpangan setoran PBBKB ini dari pengguna akhir melalui supplier. Ketika kami tanyakan itu, mereka (Dispenda) juga mengakui hal itu,” kata Anggota Komisi II, Nasution Camang.
Menurutnya, pihak Dispenda mengaku sudah melakukan cross check ke pihak supplier, namun mereka tidak bisa berbuat lebih dengan alasan keterbatasan wewenang.
“Dispenda tidak memiliki kewenangan untuk memungut. Mereka hanya bisa melakukan control saja. Jadi Dispenda sifatnya pasif karena pajak itu langsung dipungut oleh supplier kepada pengguna,” tambahnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya sudah membuat rekomendasi untuk memanggil pihak supplier, guna mengetahui data rinci mengenai pengguna akhir bahan bakar dan besaran pajak yang disetorkan.
“Sehingga direkomendasikan untuk ditelusuri lebih lanjut untuk memastikan itu. Kami sudah meminta data-data dari Dispenda sebagai bahan pendukung untuk melakukan hearing nanti,” imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III, Muh Masykur mengatakan, mengsinyalir ada kebocoran pendapatan PBBKB yang diterima selama ini oleh Pemprov Sulteng melalui rekening penampung di Dinas Pendapatan Daerah. Sekalipun dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pendapatan namun peningkatan tersebut lebih dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan BBM sebagai dampak langsung tumbuhnya kawasan industri dan percepatan pembangunan, bukan atas ketepatan setoran PBBKB yang sesungguhnya wajib dibayarkan oleh para wajib pajak berdasarkan amanah Peraturan Gubernur No 40 Tahun 2012 sebagaimana dirinci dalam pasal 7 huruf (a) (b) dan (c).
“Dalam pasal 7 tersebut, disana jelas ditegaskan berapa yang harus disetorkan oleh pelaku industri, pertambangan, kehutanan, perkebunan, transportasi dan konstruksi,” jelas Masykur.
Klasifikasinya pungutan pembayarannya, kata dia, sangat jelas diatur dalam Pasal 7 Pergub tersebut.
“Dalam konteks inilah Badan Pendapatan Daerah mesti akurat melakukan pemeriksaan atas setoran dari suplayer/importir atau agen yang bersumber dari pengguna akhir,” tegasnya.
Lanjut dia, sebagai institusi yang diberi amanah untuk dan atas nama Pemprov tidak cukup hanya sekadar bertindak pasif menerima laporan setoran dari produsen/suplayer/importir dan agen. Dan sesudah itu melakukan monitoring dan rekon.
“Tetapi upaya-upaya lebih juga dituntut untuk dilakukan. Sepanjang
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.