PALU – Pelabelan “gangguan informasi” terhadap produk pers memunculkan polemik atas pembentukan Satgas Berani Saber Hoaks (BSH) bentukan Gubernur Sulteng.

Dasar pembentukkan Satgas BSH bersandar pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulteng Anwar Hafid Nomor: 500.12.1/259/DKIPS-G.ST/2025 yang diteken 13 Oktober 2025.

Satgas yang beranggotakan 57 orang di bawah kepemimpinan Irfan Deny Pontoh ini melibatkan sejumlah unsur, mulai dari Diskominfosantik Sulteng, kepolisian, hingga lembaga independen seperti KPID.

Keabsahan komposisi anggota Satgas BSH mulai dipertanyakan setelah sejumlah jurnalis mengaku nama mereka muncul dalam SK tanpa konfirmasi sama sekali.

Salah satu nama yang tercantum adalah Lunggy Gyarinsah. Ia ditempatkan sebagai bagian dari Tim Komunikasi dan Publikasi Satgas BSH.

Ketika dikonfirmasi, Selasa (30/12), jurnalis perempuan yang aktif di Palu itu merasa kaget namanya masuk dalam struktur keanggotaan.

“Saya awalnya tidak tahu apa-apa, hanya diberitahu juga ternyata ada namaku tercantum. Tidak ada konfirmasi keterlibatan saya dalam satgas ini,” jelas Lunggy.

Pengakuan serupa juga datang dari Abdee Mari, pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online KabarSelebes.id.

“Saya juga baru tahu setelah diinformasikan. Artinya ini pencatutan nama,” ucap Abdee.

Selain Lunggy Gyarinsah dan Abdee Mari, ada nama M Iqbal dalam susunan Tim Edukasi dan Sosialisasi Satgas BSH.

Nama ini identik dan diduga merujuk kepada sosok Muhammad Iqbal atau akrab disapa Ballo yang menjabat sebagai ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng.

“Saya tidak ingin berspekulasi karena ada banyak orang dengan nama yang sama. Namun, jika itu memang saya, saya merasa tidak pernah dikonfirmasi atau diberitahu akan terlibat dalam satgas atau apapun itu,” tuturnya.

Dikonfirmasi terkait dugaan pencatutan nama dalam SK Satgas BSH, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Diskominfosantik) Sulteng, Wahyu Agus Pratama, memastikan pihaknya akan melakukan revisi dan evaluasi menyeluruh terhadap Surat Keputusan (SK) Satgas Berani Saber Hoaks (BSH).

“Kita akan evaluasi dan revisi termasuk nama-nama dan struktur tim yang tercantum di dalam SK itu, apalagi sekarang sudah ada Kepala Dinas Kominfosantik yang baru saja dilantik,” ujar Wahyu, Rabu (31/12).

Wahyu menjelaskan, proses evaluasi sempat tertunda karena padatnya agenda Diskominfosantik dalam beberapa waktu terakhir, terutama pelaksanaan seleksi Komisi Informasi (KI) yang menyita banyak energi dan waktu.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya sebenarnya telah menggelar rapat dan mengundang sejumlah pihak yang namanya tercantum dalam SK Satgas BSH. Namun, tidak semua sempat hadir.

“Kalau tidak muncul polemik ini, sebenarnya kami berencana mengundang mereka kembali,” jelas Wahyu.

Menurut Wahyu, sejak pembentukan Satgas BSH, tahapan kerja satgas sejatinya dirancang untuk berjalan pada tahun 2026. Namun, tahapan tersebut terhenti sementara karena Diskominfosantik fokus menangani agenda seleksi Komisi Informasi.

“Kerja-kerja Satgas BSH itu sebenarnya untuk 2026. Tahapannya sempat terhenti karena kami sedang sibuk mengurus seleksi KI,” katanya.

Wahyu menegaskan, seluruh SK Satgas BSH akan direvisi, termasuk melakukan klarifikasi dan mengundang pihak-pihak yang namanya tercantum tanpa konfirmasi sebelumnya.Semua SK akan kami revisi.

“Kami juga akan mengundang yang bersangkutan. Jika nantinya melibatkan teman-teman jurnalis, tentu harus jelas agar tidak terjadi benturan, terutama dengan Undang-Undang Pers Nomor 40,” tegasnya.

Ia menekankan, peran jurnalis sebagai pilar demokrasi harus dijaga dan dihormati. Bahkan, kata Wahyu, Gubernur Sulawesi Tengah telah secara khusus mengingatkan agar Satgas BSH tidak berbenturan dengan tugas dan fungsi pers.

“Pak Gubernur sudah wanti-wanti, jangan sampai kita berbenturan dengan tugas dan fungsi jurnalis. Mereka ini pilar demokrasi dalam mengawal kehidupan demokratis kita,” ungkap Wahyu.

Lebih lanjut, Wahyu menegaskan bahwa Satgas BSH bukan dibentuk untuk mengawasi atau menilai kerja wartawan.

“Sebenarnya tugas Satgas BSH bukan itu, saya juga kaget kenapa bisa melenceng. Padahal tugas utama satgas adalah sosialisasi, edukasi menangkal hoaks, serta mendorong masyarakat bijak dan cerdas berkomunikasi di media sosial,” jelasnya.

Wahyu memastikan, evaluasi resmi terhadap Satgas BSH akan dilakukan pekan depan, mengingat saat ini masih dalam suasana libur. “InsyaAllah minggu depan kami lakukan evaluasi. Hari ini masih libur,” pungkasnya.

Sementara sebelumnya KKJ Sulawesi Tengah Muhammad Arief menilai keterlibatan Satgas BSH sebagai lembaga bentukan Gubernur Sulawesi Tengah dalam melakukan klarifikasi terbuka terhadap produk jurnalistik sebagai tindakan keliru dan tumpang tindih kewenangan.

Klarifikasi pemberitaan, kata KKJ, merupakan hak dan kewenangan pejabat terkait atau juru bicara resmi, bukan satuan tugas.

Penyebaran narasi klarifikasi melalui media sosial yang menyudutkan media tertentu dinilai berbahaya karena berpotensi menggiring opini publik untuk tidak mempercayai kerja jurnalistik, memicu sentimen kebencian, serta membuka ruang intimidasi terhadap jurnalis. Atas kondisi tersebut, KKJ Sulawesi Tengah mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk menghentikan segala bentuk intervensi terhadap kerja jurnalistik, menghormati mekanisme penyelesaian sengketa pers melalui Dewan Pers, serta menjamin tidak adanya intimidasi baik langsung maupun tidak langsung terhadap media dan jurnalis.

KKJ menegaskan bahwa pers bukan musuh pemerintah dan kerja jurnalistik tidak boleh dikontrol, diawasi, atau dibatasi melalui narasi sepihak di ruang publik.

“Kami akan melawan secara konstitusional setiap upaya yang merusak kemerdekaan pers dan mengancam hak publik atas informasi yang benar,” tegas Muhammad Arief.***