POSO – Badan Bank Tanah (BBT) memberikan penjelasan resmi terkait isu pengelolaan lahan di Lembah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, yang belakangan berkembang di tengah masyarakat.
BBT menegaskan seluruh aktivitas yang dilakukan berada dalam koridor hukum dan tidak dimaksudkan untuk merugikan hak-hak masyarakat lokal.
Project Leader BBT Poso Mahendra Wahyu menjelaskan, lahan yang menjadi perhatian publik merupakan tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) seluas kurang lebih 6.648 hektare yang kini berstatus Tanah Negara. Status tersebut muncul setelah berakhirnya masa berlaku HGU sebelumnya.
Ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menegaskan bahwa tanah HGU yang masa berlakunya berakhir kembali menjadi Tanah Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
“Secara hukum, lahan tersebut kembali dikuasai negara dan kemudian diberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Badan Bank Tanah,” ujarnya, Senin (15/12).
Mahendra menambahkan, HGU atas lahan tersebut sebelumnya dimiliki PT Hasfarm dan dilanjutkan oleh PT Sandabi. Seluruh tahapan pengelolaan, dilakukan berdasarkan mandat undang-undang serta Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.
Dengan dasar hukum tersebut, BBT menilai pengelolaan tanah eks HGU di Lembah Napu sah secara administratif dan yuridis.
“Oleh karena itu, klaim penyerobotan lahan yang beredar di masyarakat dinyatakan tidak tepat dan tidak berdasar,” tegasnya.
Dalam praktiknya, BBT justru menaruh perhatian pada perlindungan kepentingan masyarakat yang telah lama bermukim dan mengelola lahan. Namun, di lapangan ditemukan adanya praktik jual beli Tanah Negara oleh oknum tidak bertanggung jawab yang memicu konflik agraria berkepanjangan dan melanggar hukum.
Melalui fungsi pendistribusian tanah, lanjut Mahendra, BBT mengarahkan pengelolaan lahan untuk mendukung program Reforma Agraria. Pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, dengan tujuan memberikan kepastian hukum, mencegah konflik dan menutup ruang praktik mafia tanah.
“Dari total lahan yang dikelola, sekitar 1.550 hektare dialokasikan untuk kepentingan publik dan ekonomi berkeadilan melalui Reforma Agraria,” jelasnya.
Saat ini, BBT memfasilitasi inventarisasi dan identifikasi calon subjek Reforma Agraria bersama Kantor Pertanahan Kabupaten Poso, Kejaksaan Negeri Poso, dan pemerintah desa, sebelum diusulkan ke Sidang Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) guna penetapan penerima manfaat.

