PALU- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu hingga kini masih menunggu hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN) oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) atas dugaan penyimpangan anggaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Palu.

“Proses verifikasi dan audit terhadap data Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih terus berlangsung,” kata Kepala Seksi Intelejen Kejari Palu, Yudi Trisnaamijaya, dihubungi, Kamis (27/11).

Yudi mengatakan, banyaknya data harus diperiksa secara cermat, baik berkaitan dengan pemohon, pembayaran, maupun status pengajuan sampai ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Yudi menjelaskan, bahwa untuk memastikan keakuratan dan validitas data, pihak BPKP harus melakukan cross-checking dan klarifikasi lebih lanjut. Selain melakukan audit pihak BPKP juga memeriksa terhadap kewenangan pejabat terkait dan petugas ditunjuk dalam proses setiap tahapan administrasi.
Proses tersebut membutuhkan waktu karena sejumlah data masing-masing diajukan BPHTB perlu diklarifikasi dan dicocokkan satu per satu.

“Memang prosesnya agak memakan waktu karena ada banyak data harus diperiksa, diaudit dan di-crosscheck per dokumen BPHTB selama kurun waktu 2 tahun dari tahun 2018 S/d 2019, BPKP berusaha memastikan bahwa semua dokumen dan data sudah tidak sesuai dengan prosedur atau ketentuan berlaku.

“Sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai alat bukti Ahli dan Surat dalam ketentuan pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” imbuhnya.

Berdasarkan data dihimpun sebelumnya oleh tim penyidik Kejari Palu, total dana tidak masuk ke Kas Umum Daerah lebih kurang Rp2.664.484.054, dengan rincian dugaan penyimpangan pada Tahun Anggaran 2018 s/d 2019.

Bahwa perbuatan tersebut diduga  dilakukan pihak-pihak dengan modus tidak melakukan penyetoran BPHTB dari pemohon BPHTB ke Rekening Kas Daerah Kota Palu melalui Bank Sulteng.