DONGGALA – DPRD Donggala menyoroti kerusakan lingkungan yang diduga akibat aktivitas pertambangan PT Batujaya Bersama Sejahtera (BBS) di Desa Walandano, Kecamatan Balaesang Tanjung.
Ketua Komisi B DPRD Donggala, Alex Liem, menyatakan, pihaknya mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Tengah, untuk melakukan evaluasi izin perusahaan tersebut.
“Kami berharap DLH Sulteng memperhatikan daerah Balaesang Tanjung. Jangan hanya diam di tempat, lakukan evaluasi terhadap PT BBS,” tegasnya, Senin (17/11).
Menurut Alex, PT BBS telah menggunakan fasilitas jalan daerah untuk aktivitas pengangkutan material tambang galian c. hal ini kata dia, melanggara aturan.
Belum lagi, kata dia, pesisir pantai menjadi rusak akibat penimbunan yang dilakukan oleh PT BBS, sehingga dapat merusak biota laut.
“Di Desa Walandano ini sebagian besar pendapatan masyarakat itu sebagai nelayan. Dengan adanya penimbunan laut, membuat pendapatan nelayan menurun,” jelasnya.
Ketua Fraksi PKS itu meminta kepada Gubernur Sulteng Anwar Hafid untuk memerintahakan DLH turun meninjau lokasi tambang di Desa Walandano, Kecamatan Balaesang Tanjung.
Selama ini, kata Alex, Gubernur Anwar Hafid di berbagai media menyatakan akan menindak tegas perusahaan pertambangan yang diduga melanggar aturan dan merusak lingkungan.
“Kan berkoar-koar beliau ini di lapangan. Tambang yang tidak sesuai SOP, ada tambang yang merusak lingkungan akan kami tindaki, bila perlu ditutup. Saya berharap pak gubernur jangan hanya cerita saja di media. Sekarang dia perintahkan DLH untuk menutup aktivitas PT BBS,” tegasnya.
Alex menyatakan akan mengambil langkah pengawasan terhadap aktivitas pertambangan perusahaan yang dinilai merugikan masyarakat.
“Sebagai wakil rakyat, kami berkewajiban memastikan bahwa setiap kegiatan investasi dan pertambangan berjalan sesuai hukum dan tidak merugikan masyarakat,” tegas Alex.
Alex juga meminta Gubernur untuk memerintahkan DLH agar mengontrol dan menindak tegas terhadap pencemaran lingkungan yg terjadi akibat aktifitas tambang.
“Gubernur juga kami minta memerintahkan Dinas Kelautan Sulteng agar bertindak atas terjadinya kerusakan biota laut yang mengakibatkan laut menjadi keruh karena limbah pencucian material tambang PT BBS,” tutupnya.
Sementara itu, anggota Komisi B, Edwan meminta agar PT BBS segera melaksanakan kewajibannya memberikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat.
Kewajiban perusahaan memberikan CSR itu tertuang dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan diperjelas dalam PP No. 47 Tahun 2012, dan Perppu Cipta Kerja: yang mewajibkan perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan sumber daya alam, untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
“Aturan ini menekankan bahwa CSR merupakan kewajiban perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan sumber daya alam, untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan,” pungkasnya. ***


