MORUT – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Taa Wana kembali menggelar penguatan dan internalisasi nilai-nilai kearifan lokal dengan topik “Pendidikan hukum kritis pada perempuan adat Taa Wana” di Desa Uemasi Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara, Sabtu (15/11).

Hadir dalam kegiatan pendidikan hukum kritis pada perempuan tersebut diantaranya Kepala Dusun 2 Desa Uemasi Widyawati, Sekretaris Desa Taronggo Lisnayati, Perwakilan Bagian Hukum Setda Kabupaten Morowali Utara Anggreani Landegawa, anggota Dewan AMAN Wilayah Sulteng Wereanitowe, Ketua Pengurus Daerah AMAN Taa Wana Eldius Dju’u, Aktivis HAM Noval A. Saputra, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh agama dan pemuda.

Pada kesempatan baik dan penuh keakraban antara narasumber dan peserta, terjadi interaksi sangat konstruktif, karena bersentuhan langsung di kehidupan sehari-hari.

Ketua Pengurus Daerah AMAN Taa Wana, Eldius Dju’u mengatakan, gerakan sosial masyarakat adat untuk berdaulat, mandiri dan bermartabat. “Pemahaman hukum kritis bagi perempuan adat Taa Wana” memberikan pengetahuan luar biasa bagi mereka sehingga tergerak hati untuk membentuk suatu perhimpunan perempuan adat terorganisir, semoga ini memberikan dampak positif di tengah-tengah Masyarakat Adat Taa Wana”.

Anggota Dewan AMAN Wilayah Sulawesi Tengah, Wereanitowe mengatakan, Masyarakat Adat harus berdaulat di wilayah adatnya sendiri. Jika negara tidak mengakui masyarakat adat, maka Masyarakat Adat juga tidak ada mengakui negara. “Dalam upaya pemberdayaan perempuan adat dengan membentuk Pengurus Harian Komunitas (PHKOM) Taa Wana untuk memperkuat posisi dan pengetahuan nilai-nilai kearifan lokal antara lain pengenalan bibit lokal, musim tanam, jenis obat-obatan tradisional dan pengelolaan hasil hutan bukan kayu yang menjadi bahan anyaman seperti keranjang dan bakul,” ujar wanita yang akrab disapa Ani ini.

Selanjutnya dari Perwakilan Bagian Hukum Setda Kabupaten Morowali Utara, Anggreani Landegawa dalam pemaparan materinya bahwa, “Perempuan adat membutuhkan hukum untuk mempertahankan kedamaian, menyelesaikan konflik dan mewujudkan ketertiban sosial serta adanya partisipasi setara, yakni sebuah keniscayaan bahwa perempuan adat harus terlibat dalam pengambilan kebijakan.”

Salah satu narasumber, Noval A. Saputra dalam sajian materinya menyampaikan bahwa masyarakat adat, khususnya perempuan adalah kelompok paling rentan atas aktivitas korporasi ekstraktif pertambangan dan perkebunan sawit skala besar, “karena mengancam eksistensi pemilik wilayah adat, pendidikan hukum kritis kali ini sebagai momentum untuk menemukenali situasi ekonomi politik kapitalistik dengan menggunakan pisau analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman kuasa modal.”

Kepala Dusun 2 mewakili Kepala Desa Uemasi, Widyawati mengatakan, pihaknya Pemerintah Desa Uemasi sangat mengapresiasi inisiatif dari AMAN Taa
Wana menggelar kegiatan pendidikan untuk perempuan adat sebagai edukasi hukum kritis bagi perempuan adat berada di pedalaman Wana.**