PALU – Upaya menata kembali kekayaan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) kini memasuki babak baru.

DPRD Sulteng melalui Panitia Khusus (Pansus) Reinventarisasi Aset menegaskan pentingnya keterbukaan data dan penataan ulang aset daerah yang selama ini masih terkesan “berserakan” di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam rapat di Ruang Komisi I DPRD Sulteng, Ketua Pansus Sri Indraningsih Lalusu menekankan bahwa reinventarisasi bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan bagian dari upaya membangun sistem pengelolaan aset yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Tujuan utama kita adalah memperoleh data aset daerah yang akurat untuk memperkuat neraca keuangan daerah,” tegasnya.

Data terbaru dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengungkap fakta menarik: aset milik Pemerintah Provinsi Sulteng tersebar di sedikitnya enam provinsi, mulai dari Jakarta, Yogyakarta, Gorontalo, hingga Manado. Sebagian di antaranya berupa asrama mahasiswa dan rumah dinas lama, namun banyak yang kini tidak lagi produktif.

Pansus menemukan sejumlah permasalahan serius. Ada aset di Malang dan Surabaya yang status kepemilikannya tidak jelas karena dokumen tidak lengkap. Beberapa aset di Jakarta pun dinilai tidak produktif dan justru membebani anggaran pemeliharaan.

Sri Indraningsih menyarankan agar aset-aset seperti itu segera dijual sesuai kondisi riilnya agar tidak menjadi “beban tidur” bagi pemerintah daerah.

Sementara itu, anggota Pansus Ronald Gulla meminta agar fokus kerja diarahkan pada aset bermasalah dan yang tidak diketahui penggunaannya.

“Kita harus memilah mana aset yang masih berfungsi dan mana yang sudah kehilangan manfaat,” ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan Saddat, yang menekankan pentingnya pengelolaan aset berbasis regulasi dengan tiga prinsip utama: penanganan, pemanfaatan, dan pengawasan.

Kata dia, jika aset dinilai tak lagi bermanfaat, katanya, perlu segera dilakukan pemutihan melalui mekanisme lelang agar tidak menumpuk di laporan neraca.

Selain mendorong efisiensi, pansus juga menyoroti kebutuhan baru yang muncul. Salah satunya adalah usulan pembangunan asrama mahasiswa asal Sulteng di Denpasar, Bali, mengingat banyaknya pelajar daerah ini yang menimba ilmu di sana tanpa fasilitas representatif dari pemerintah daerah.

Anggota Pansus Hidayat Pakamundi menambahkan bahwa langkah berikutnya adalah inventarisasi ulang total yang melibatkan semua OPD terkait.

“Rapat internal perlu dilakukan untuk menentukan fokus rekomendasi, termasuk opsi penyerahan aset yang tak produktif kepada kabupaten atau provinsi lain,” katanya.

Menutup rapat, DPRD menegaskan dua komitmen utama: membangun basis data aset yang valid dan terkini, serta melibatkan lintas OPD untuk memastikan seluruh kekayaan daerah benar-benar dikelola demi kepentingan publik. ***