Oleh: Dr Gani Jumat M.Ag
Sayyid Idrus bin Salim bin Alwi al-Jufri, oleh para tokoh Kaili memanggilnya dengan gelar kehormatan ‘Guru Tua’. Guru Tua, adalah pendiri madrasah Alkhairaat pada tanggal 11 Juni 1930 di Kota Palu Sulawesi Tengah. Guru Tua, adalah pendidik dan jaringan Ulama Hadhramaut terkemuka di Indonesia pada abad ke-20. Melalui madrasah dan Pesantren Alkhairaat, Guru meletakkan visi pendidikan, dakwah, ikhtiar sosial sekaligus menyatukan visi dan ideologi serta komitmen kebangsaan dan keagamaan bagi Abnaulkhairaat dan masyarakat seluruhnya. Justru itu dalam berbagai riset dan publikasi ilmiah oleh para akademisi dan peneliti dalam dan luar negeri membuktikan bahwa Guru Tua memiliki orisinalitas pemikiran dan tindakan terkait aspek nasionalisme, moderatisme dan toleransi beragama, karena itu beliau tidak pernah menjadi radikal, baik secara agama maupun politik. Beberapa aspek penting berikut ini menjadi bukti monumental ketokohan Guru Tua, sebagai Ulama dan Pahlawan Pendidikan:
PERTAMA.
Dimasa hidupnya (1930–1969), dalam kondisi fasilitas transportasi dan komunikasi yang serba terbatas, akan tetapi Guru Tua berhasil membangun madrasah Alkhairaat lebih kurang 450 cabang dan hingga kini telah mencapai 1.500-an cabang madrasah Alkhairaat yang tersebar pada 23 Provinsi, 74 Kabupaten/Kota di wilayah Tengah dan wilayah Timur Indonesia.
KEDUA.
Ideologi Ke-Islaman dan Kebangsaan GURU TUA dan Alkhairaat
berdasarkan akidah yang diajarkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari, al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani dan al-Ustadh Abu Ishaq. Dalam hukum Islam bermadzhab Syafi’iy, dan menganut faham tasawuf Imam al-Ghazali.
Oleh karena itu Alkhairaat bermanhaj Ahlissunnah Wal Jama’ah (ASWAJA), yang memiliki corak beragama tawassuth (moderat), terbuka, tasamuh (toleran), musaawat (kesederajatan), tawazun (keseimbangan), dan adala (keadilan).
Sejak pertama kali datang ke Indonesia tahun 1911 dan kedatangan yang kedua tahun 1922, juga ketika membuka madrasah Alkhairaat di Palu 11 Juni 1930 serta pelaksanaan Muktamar Alkhairaat I pada tahun 1956, Guru Tua tidak pernah mempersoalkan PANCASILA dan UUD 1945 SEBAGAI DASAR dan KONSTITUSI NEGARA RI, bahkan nyata-nyata tercantum dalam AD/ART PB Alkhairaat, bahwa Perhimpunan Alkhairaat berazaskan PANCASILA dan UUD 1945.
KETIGA.
Pada periode (1930–1965), Guru Tua menjadikan madrasah Alkhairaat tidak hanya sebagai lembaga transfer of knowledge belaka, melainkan berfungsi ganda; sebagai lembaga untuk mencerdaskan anak bangsa yang terjajah, menanamkan akhlaqulkarimah (budi pekerti luhur), dan sebagai basis perlawanan terhadap penjajahan Belanda, Jepang, komunis, dan gerakan separatisme; DI/TII, serta Permesta. Jika dilihat aktivitas dan progresifitasnya dalam berbagai pemikiran dan tindakan kebangsaannya, Guru Tua dapat dikategorikan sebagai seorang ulama nasionalis religius progresif. Itulah sebabnya jauh sebelum Soekarno-Hatta memproklamirkan Negara Indonesia merdeka, Guru Tua lebih dahulu MENJEMPUT HARI KEMERDEKAAN Indonesia melalui gubahan syair Bendera Merah Putih, sebagai salah satu bukti betapa cinta dan rindunya Guru Tua bersama madrasah Alkhairaat menyaksikan tanah airnya Indonesia merdeka.
رَايَةَ الْعِزِّ رَفْرَفِي فىِ سَمَاءِ # اَرْضُهَا وَجِبَالُهَا خَضْرَاءُ
اِنَّ يَوْمَ طُلُوْعِهَا يَوْمَ فَخْرٌ # عَظَمَتُهُ الْاَبَاءُ وَالْاَبْنَاءُ
كُلُّ عَامِ يَكُوْنُ لِلْيَوْمِ ذِكْرَى # يَظْهَرُالشُّكْرُ مِنْهُمْ وَالثَّنَاءُ
لِلْاِلهِ الْكَرِيْمِ يَدْعُوْنَ جَهْرًا # حَيْثُ نَالُوا الْمَنَى وَزَال العنَاء
كُلُّ اُمّةٍ لَهَا رَمْزُ عِزّ # وَرَمْزُ عِزِّنَا الْحَمْرَاءُ وَالْبَيْضَاءُ
يَاسُوْكَرْنُو حُيَّيْتَ فِيْنَا سَعِيْدًا # بِالدَّوَاءِ مِنْكَزَالِ عَنَّا الدَّاءُ
اَيُّهَا الرَّءِيْسُ الْمُبَارَكَ فِيْنَا # عِنْدَكَ الْيَوْمَ لِلْوَرَى الْكِمْيَاءُ
بِالْيَرَاعِ وَبِالسِّيَاسَةِ فَقْتُمْ # وَنُصِرْتُمْ بِذَا جَاءَتِ الْاَنْبَاء
لَا تُبَالُوا بِاَنْفُسٍوَبَنِيْنَ # فىِ سَبِيْلِ الَاوْطَانِ نِعْمَ الْفِدَاءَ
خُذْ اِلَى الْاَمَامِ لِلْمَعَالِى بِاَيْدِى # سَبْعِيْنَ مِلْيُوْناَ اَنْتَ وَالْزُعَمَاءُ
فَسَتَلْقَى مِنَ الرَعَايَاقَبُوْلًا # وَسَمَاعًا لِمَا تَقُوْلُهُ الرُّؤَسَاءَ
وَاعْمُرُوا لِلْبِلَادِ حِسًّا وَمَعْنىَ # وَبَرْهِنُوْا لِلْمَلَاءِ اَنَّكُمْ اكَفَاءُ
اَيَّدَاللهُ مُلْكَكُمْ وَكَفَا كُمْ # كُلَّ شَرٍّ تَحُوْكَهُ الْاَعْدَاءُ
Artinya:
“Berkibarlah bendera kemuliaan di angkasa, daratan dan gunung-gunungnya hijau.
Sungguh hari kebangkitannya adalah hari kebanggaan, dimuliakan oleh orang tua dan anak-anak.
Tiap tahun hari itu menjadi peringatan, muncul rasa syukur dan puji-pujian.
Kepada Allah yang Maha Pemurah mereka berdoa terang-terangan, dimana mereka menggapai cita-cita dan hilanglah rasa kepayahan.
Tiap bangsa memiliki lambang kemuliaan, lambang kemuliaan kita (Indonesia) adalah Sang Merah Putih.
Wahai Soekarno! jadikan hidup kami bahagia, dengan obatmu hilang sudah sakit kami.
Wahai Presiden yang penuh berkah untuk kami, engkau hari ini laksana kimia bagi rakyat Indonesia.
Dengan perantaraan pena dan politikmu engkau unggul, engkau menang dengannya telah datang berita.
Jangan risaukan jiwa dan anak-anak, demi tanah air alangkah indah penebusan.
Bergandengan tanganlah menuju ke depan untuk kemuliaan, tujuh puluh juta jiwa dan para pemimpin akan bersamamu.
Pastilah engkau jumpai kepercayaan dari rakyat, dan kepatuhan pada apa yang diucapkan para pemimpin.
Makmurkanlah! untuk negara Indonesia pembangunan spiritual dan material, buktikan kepada rakyat bahwa kamu mampu.
Semoga Allah membantu kekuasaanmu dan mencegahmu, dari tiap kejahatan yang direncanakan para musuh.”
KEEMPAT.
Dalam Toleransi Intern dan Antar Umat Beragama, pada tahun 1955–1960, Guru Tua mengangkat seorang PENDETA muda bernama P.K. Entoh (alm.), sebagai guru mata pelajaran ilmu Al-Jabar (ilmu hitung dagang) di Pesantren Alkhairaat. Orang yang mengajak Pendeta itu adalah murid Guru Tua yaitu Ustadz Mahfud Godal dan Ustadz Abbas Palimuri. P.K. Entoh berhenti mengajar karena mendapat tugas dinas belajar di Makassar. Pada 1960-an, Guru Tua mengangkat dua orang guru Muhammadiyah, yaitu Syafi’i (Kepala Sekolah PGA pertama Palu), dan Zubair Garupa orang Padang. Guru Syafi’i mengajar Bahasa Inggris sedangkan Zubair Garupa mengajar pelajaran umum dan matematika di Pesantren Alkhairaat.
Baik Guru Pendeta P.K. Entoh, Syafi’i dan Zubair Garupa yang diberikan kesempatan mengajar di madrasah dan pesantren Alkhairaat, ini membuktikan bahwa Guru Tua adalah Ulama progresif moderat dan demokratis, karena beliau berpikiran terbuka dan menghargai non-Muslim serta orang-orang yang berbeda mazhab fikih dengan dirinya. Padahal di era 1950–1960-an bangsa Indonesia sendiri baru belajar toleransi, dan juga masih menghadapi ketegangan akibat perbedaan mazhab hukum di kalangan intern umat Islam. Jadi, dengan ideologi Ahlissunnah Wal Jama’ah, maka madrasah, Pesantren, dan organisasi Alkhairaat, memiliki rekam jejak ukhuwah yang baik antara sesama Muslim, maupun dengan non-Muslim (umat Kristiani, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu).
KELIMA.
Guru Tua selalu memotivasi To-Kaili bahwa Alkhairaat adalah ibu kandung mereka sendiri. Tempat mereka menuntut ilmu dan membentuk budipekerti mulia.
Teks syair di bawah ini, menggambarkan keinginan yang kuat dari Guru Tua untuk merubah mindset, moralitas masyarakat Sulawesi Tengah dan umat Islam secara keseluruhan:
حَمْدًا لِمَوْلَا يَ فَاالخَيْرَاتُ عَامِرَةٌ # وَفِى عَرَانِيْنِهَا اُسْدٌ وَاَشْبَالُ
فَيَا بَنِي فَالُو الخيراتُ اُمُّكُمُ # تَدْعُوْ لِمَنْ لَهُمْ قَصْدٌ وَاِقْبَالُ
اَمْسَتْ بِهَا اَرْضُكُمْ بِالْعِلْمِ ظَاهِرَةً # يَؤُمُّهَا مِنْ نَوَاحِي الارضَ سُؤَّالُ
مِنْ بَعْدِ مَا كَانَ لَا يَدْرِىْ بِهَا اَحَدٌ # اَضْحَتْ عَلَى اَكْثَرِ اْلبُلْدَانِ تَحْتَالُ
Artinya:
“Segala puji bagi Tuhanku, Alkhairaat menjadi marak, di halaman-halamannya terdapat singa dan anak-anaknya.
Wahai segenap penduduk lembah Palu, Perguruan Alkhairaat adalah ibu kandungmu.
Ia berseru mengajak mereka yang mempunyai tujuan dan kemauan.
Karena Alkhairaat negerimu terkenal dengan ilmu, banyak orang dari berbagai penjuru dunia menuju kepadanya untuk mencari ilmu.
Dulu tidak ada orang yang mengenalnya, sekarang ia berbangga diri atas kebanyakan negeri.”
Teks syair di atas, menjadi salah satu bukti bahwa kemajuan dan popularitas Sulawesi Tengah, tidak dapat dipisahkan dari madrasah dan Pesantren Alkhairaat.
Wallahu A’lam bi al-Shawaab.
Sumber Rujukan
- Dibacakan pada Upacara Hari Pahlawan tanggal 10 November 2025 di halaman Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah.
- Dokumen PB Alkhairaat, dan Madrasah Alkhairaat.
- Azra, Azyumardi. Historical Islam: Indonesian Islam in Global and Local Perspectives. Bandung: Mizan, 2002.
- Arsyad, Rustam. Tarikh Madrasah al-Khairat al-Islamiyyah Palu Sulawesi al-Wustha. Surabaya: Mulya Al-‘Aththasiyyah, 1956.
- Arsyad, Abdul Basit. Risalah Kenang-Kenangan Muktamar Ke-I dan Peringatan ¼ Abad Berdirinya Madrasah Alkhairaat di Palu 1956. Palu, 1988.
- Jufri, H.S. Saggaf bin Muhammad. Al-Habib ‘Idrus bin Salim Aljufri wa Shaiun min Sunanih wa Afkarihi wa Yalih Majmu’ al-Qasaid. Palu: t.t.h.
- Jumat, Gani. Nasionalisme Ulama: Pemikiran Politik Kebangsaan Sayyid Idrus bin Salim Aljufri, 1891–1969. Jakarta: Puslitbang Kementerian Agama RI, 2012.
- Wawancara dengan Pendeta P.K (Pante Kosta) Entoh (lahir 6 Juni 1934, wafat 7 Juli 2009). Wawancara ini dilakukan dua bulan sebelum kematiannya, yaitu pada 7 Mei 2009 di Palu.


