PARIMO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) menolak secara tegas usulan Bupati terkait pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menangani polemik 53 titik wilayah pertambangan rakyat (WPR).
Ketua DPRD Parimo, Alfres Tonggiroh, menjelaskan bahwa pembentukan pansus harus mengikuti mekanisme yang diatur dalam tata tertib DPRD.
Menurutnya, proses tersebut dimulai dari Badan Musyawarah (Banmus) yang akan menjadwalkan pembahasan, berkoordinasi dengan pimpinan fraksi, dan selanjutnya mendapatkan persetujuan melalui rapat paripurna.
“Kita akan pelajari terlebih dahulu. Tidak mesti langsung membentuk pansus, meskipun itu merupakan permintaan dari kepala daerah,” ungkapnya saat dihubungi, Kamis (30/10).
Ia menilai, polemik mengenai 53 titik WPR seharusnya diselesaikan secara internal oleh Bupati Parimo, tanpa melibatkan lembaga lain.
Kata dia, Bupati, dapat memanggil seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan usulan tersebut untuk mencari titik penyelesaian.
“Permasalahan ini cukup diselesaikan di lingkup internal pemerintah daerah. Tidak elok jika lembaga lain dilibatkan hanya untuk mencari tahu persoalan internal,” tegasnya.
Ia menjelaskan, proses pengusulan WPR memiliki mekanisme yang panjang, mulai dari koordinasi antarinstansi hingga tahap paraf dokumen. Jika Bupati ingin mengetahui sumber masalahnya, hal itu bisa dilakukan dengan mudah karena pihak-pihak yang terlibat berasal dari internal sendiri.
“Dalam pengusulan WPR, surat yang keluar melalui proses yang panjang. Ada koordinasi, paraf, dan sebagainya. Jadi sebenarnya mudah menelusuri sumber persoalannya, karena yang terlibat bukan orang luar,” jelasnya.
Politisi PDIP itu, juga mengingatkan bahwa jika pansus benar-benar dibentuk, maka lembaga tersebut akan menghasilkan rekomendasi politik yang bersifat resmi dan mengikat, yang dinilainya langkah itu terlalu jauh diambil sebelum dilakukan kajian mendalam.
“Kalau sudah masuk ranah pansus, maka akhirnya akan melahirkan rekomendasi. Karena itu, kami belum menanggapi permohonan pembentukan pansus tersebut,” tegasnya.
Ia menambahkan, DPRD tetap membuka ruang dialog dengan pemerintah daerah untuk membahas persoalan WPR, namun setiap langkah harus ditempuh sesuai aturan dan prosedur yang berlaku.
“Untuk menyelesaikan polemik ini dilakukan dengan pendekatan administratif dan koordinatif, bukan dengan langkah politik yang bisa memperkeruh hubungan antar lembaga,” pungkasnya.

