PALU – Yayasan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) menerima laporan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu kepala HRD di salah satu perusahaan tambang di Kabupaten Morowali.

Tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan berinisial Ci (28) ini diduga telah terjadi berulang kali sejak bulan April hingga September 2025 di lingkungan kerja.

Menurut keterangan korban melalui dampingan organisasi buruh, SPIM-PKBI di Morowali, pelaku melakukan pelecehan verbal dan fisik yang membuat korban merasa tidak nyaman dalam lingkungan kerja.

Atas laporan kasus ini, SPIM sebagai organisasi buruh yang mendampingi korban kemudian mengajukan perundingan bipartit kepada perusahaan.

Namun, langkah perundingan bipartit yang seharusnya merupakan langkah legal yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor: 2 Tahun 2024 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, berubah menjadi ancaman penjara dari pelaku dan PHK sepihak dari perusahaan tersebut.

Menurut Ketua KPKP-ST, Soraya Sultan, korban dan empat rekannya yang menjadi saksi dalam proses perundingan bipartit, justru dilaporkan ke kepolisian oleh pelaku dan di PHK sepihak.

“Kami menilai tindakan PHK sepihak yang dilakukan perusahaan adalah bentuk kegagalan perusahaan dalam menciptakan ruang aman terhadap pekerja perempuan dan pembiaran atas tindak kekerasan seksual di lingkungan perusahaan,” kata Aya, sapaan akrabnya.

Ia menegaskan bahwa pembiaran ini merupakan pelanggar serius terhadap Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksuak (UU-TPKS).

Hingga saat ini SPIM-PKBI masih terus memperjuangkan lima orang pekerja yang di PHK sepihak tersebut.

SPIM-PKBI juga sudah berulang kali meminta perundingan dengan perusahan namun tidak membuahkan hasil sesuai harapan.

Langkah lain yang sudah ditempuh SPIM adalah melaporkan kasus ini ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMDP3A).

“Kami mendukung segala bentuk perjuangan SPIM-PKBI dalam memperjuangkan hak-hak Perempuan korban dan meminta kepada perusahaan agar tidak sewenang-wenang terhadap pekerja perempuan, memberikan ruang aman dan perlindungan terhadap pekerja perempuan di lingkungan perusahaan,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga mendorong Pemerintah Kabupaten Morowali serius dalam memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan.

Organisasi yang consen dalam isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini mengecam tindakkan perusahaan terhadap pekerja perempuan.

Soraya mengingatkan, korban memiliki hak atas pemulihan, perlindungan dan keadilan tanpa intimidasi dan kriminalisasi dalam bentuk apapun.

“Ke depan perusahan dan Pemerintah Kabupaten Morowali bisa memperkuat kebijakkan dalam mencegah tindak kekerasan seksual, baik di tempat kerja maupun di Morowali pada umumnya,” tutupnya. ***