Umumnya, sikap dan budi seseorang disebabkan oleh lingkungannya. Bila kita ada di lingkungan buruk, kita pun berpotensi buruk. Bila kita berada di lingkungan baik, maka kita berpotensi akan baik pula.
Tapi, tidak general bahwa lingkungan mengakibatkan seseorang menjadi rusak apabila kondisi sosialnya rusak. Bagi orang-orang yang mengikuti jalan-jalan ketaatan kepada Allah, tentu berbeda. Orang yang mengikuti jalan hidayah di lingkungan buruk, mungkin akan lebih kuat keimanannya.
Nabi Musa contohnya. Beliau dari kecil hingga dewasa berada di lingkungan kerajaan Fir’aun —manusia yang paling buruk di muka bumi. Tapi bagaimanakah kepribadian Musa ternyata dia menjadi tokoh beriman dan pejuang.
Sama halnya pula, Asiah istri Fir’aun, ia tetap istiqamah dalam iman. Sebaliknya, istri Nabi Nuh dan Luth justru menjadi pembangkang pada ajaran agama. Kan’an yang dibawah asuhan Nabi Nuh alaihissalam juga kufur pada ayahnya.
Abu Thalib yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meninggal tanpa membawa iman, sementara Ushairam yang berada di lingkungan buruk, simpati kepada Islam dan bersyahadat di ujung usianya, di kesempatan terakhir kehidupannya membawa syahid meraih impian.
Najasyi, Raja Habasyah-negeri Nasrani, dikabarkan akhirnya menerima Islam dan mati membawa keimanan.
Sementara Ubaidillah bin Jahsy, salah satu orang yang mau mempertahankan ketauhidannya dan memilih hijrah bersama istrinya Ummu Habibah ke Habasyah, tapi di akhir ya justeru di sana dmurtad, dan akhirnya mati dalam kekufuran.
Indonesia pun, sekalipun disebut sebagai negara mayoritas Muslim, tidak lantas membuat perilaku umat Muslim menjadi Islami. Semangat untuk mempelajari Islam tidak begitu besar.
Bahkan Perguruan Tinggi Islam pun lebih condong mempelajari ilmu-ilmu Islam ala orientalis.
Sebaliknya di Barat atau Eropa, yang mereka minoritas, Islam dipegang teguh oleh Muslminya.
Bahkan, Islam di Eropa atau di Barat, dipelajari didalami oleh mereka non Muslim dengan mempelajari dan mengenali ilmuan-ilmuan Islam zaman dahulu.
Maka dari itu, bila memang kita terlanjur dan ditakdirkan pada lingkungan yang buruk, sebisa mungkin menjaga hati kita untuk tetap di jalan Allah.
Prinsipnya, jangan pernah berhenti merawat, menjaga, menyuburkan keimanan, baik dengan doa, beribadah, meningkatkan pemahaman dan berbagai ketaatan serta menjauh dari kemaksiatan. Sebab, dalam beberapa kondisi, hidayah adalah misteri.
Iman itu ada di hati, bukan di lingkungan. Lingkungan hanya faktor. Tapi faktor tidak selamanya mampu mengalahkan kondisi hati. Oleh karena itu tetapkan hati kita pada Allah.
Allahumma yaa muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa alaa diinik. Yaa Allah yang membolakbalikkan hati, tetapkan hati kami dalam agama-Mu. Aamiin. Wallahu a’lam
NURDIANSYAH (PEMIMPIN REDAKSI MEDIA ALKHAIRAAT)

