PALU – Setiap 24 September, bangsa Indonesia memperingati Hari Tani Nasional sebagai momentum lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Regulasi ini lahir untuk mewujudkan cita-cita yang termaktub dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Bagi Solidaritas Perempuan Palu, peringatan Hari Tani Nasional tidak hanya sebatas mengenang lahirnya UUPA, melainkan juga pengingat atas persoalan agraria yang masih terus terjadi hingga kini. Mereka menilai, praktik perampasan lahan semakin marak, sementara kebijakan dan regulasi yang diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir justru memperparah ketidakadilan. Salah satunya adalah Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap membuka peluang besar bagi korporasi dan investor untuk menguasai lahan rakyat.
“UU Cipta Kerja mempercepat alih fungsi lahan pertanian dan pesisir menjadi kawasan industri, tambang, atau properti. Dampaknya, masyarakat kehilangan sumber penghidupan, dan perempuan menjadi kelompok yang paling terdampak,” tegas Solidaritas Perempuan Palu dalam pernyataannya, Rabu (24/9/2025).
Contoh nyata perampasan tanah disebut terjadi di Desa Watutau, Kecamatan Lore Piore, Kabupaten Poso. Tanah rakyat seluas kurang lebih 26 hektare dipasangi plang milik Badan Bank Tanah tanpa persetujuan pemiliknya. Peristiwa ini, menurut mereka, menunjukkan bagaimana kebijakan negara seringkali abai terhadap nasib rakyat kecil.
Memasuki 65 tahun perjalanan UUPA, Solidaritas Perempuan menyerukan kepada seluruh perempuan pejuang agraria untuk memperkuat konsolidasi gerakan dan menuntut keadilan. Mereka mendesak negara mencabut kebijakan investasi yang tidak berpihak kepada rakyat, termasuk UU Cipta Kerja. Mereka juga menuntut penghentian izin usaha yang merusak lingkungan, mengakhiri praktik perampasan tanah, menghentikan tindak kekerasan dan kriminalisasi terhadap rakyat serta aktivis yang memperjuangkan hak atas tanah, sekaligus menyelesaikan konflik agraria secara adil. Pada akhirnya, Solidaritas Perempuan Palu menegaskan pentingnya mewujudkan reforma agraria yang berkeadilan gender.