PALU – Ketua Bawaslu Kabupaten Sigi, Hairil, menegaskan bahwa penguatan kelembagaan pengawas pemilu tidak cukup hanya dilakukan secara internal, tetapi juga harus melibatkan pihak eksternal sebagai bagian dari kontrol publik.
“Penguatan kelembagaan Bawaslu secara internal sangat penting dilakukan, akan tetapi untuk mengukur kinerja Bawaslu tentunya dalam acara seperti hari ini kita juga mengundang pihak-pihak yang memiliki peran dalam mendorong pengawasan yang lebih bagus,” kata Hairil saat membuka kegiatan Penguatan Fungsi Kelembagaan dalam Penanganan Pelanggaran di Bawaslu Sigi, Sabtu (6/9).
Forum tersebut juga mengupas efektivitas pola penanganan pelanggaran pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 135/PUU-XXII/2024 dan nomor 104/PUU-XXIII/2025. Putusan itu menimbulkan perdebatan, salah satunya terkait penambahan masa jabatan anggota DPRD hingga dua tahun lebih jika pemilu digelar 2031, padahal Undang-Undang mengatur jabatan lima tahun dan berakhir 2029.
Supriyadi, akademisi Fakultas Hukum Universitas Tadulako yang hadir sebagai pemateri, menilai sejumlah poin putusan MK masih belum memiliki landasan kuat dan berpotensi berlawanan dengan aturan sebelumnya. Meski begitu, ada pula poin yang memberi kelonggaran bagi Bawaslu dalam menjalankan fungsi pengawasan.
“Namun, arah akhir dari putusan tersebut tetap bergantung pada DPR RI yang akan membahas dan melakukan kajian lebih lanjut,” ujarnya.
Acara ini dihadiri jajaran Bawaslu Sigi, Sekretaris Bawaslu Sulteng, Ketua KPU Sigi Soleman, mantan Panwascam, mahasiswa, media, hingga pemerhati pemilu. Dari pertemuan itu, disepakati 10 poin rekomendasi Bawaslu Sigi yang akan disampaikan ke pusat sebagai masukan atas putusan MK sekaligus penguatan kelembagaan pengawasan pemilu.