PARIGI MOUTONG — Aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) di Desa Sipayo, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, kian tak terkendali. Hal tersebut dibenarkan oleh Azwar Anas, seorang aktivis pergerakan yang akhir-akhir ini gencar menyoroti praktik PETI di wilayah dikenal sebagai Bumi Seribu Megalit tersebut.
Menurutnya, fenomena tersebut merupakan salah satu catatan kelam bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, termasuk aparat penegak hukum.
Anas menilai bahwa praktik PETI telah berlangsung cukup lama tanpa penyelesaian nyata.
“Sangat wajar bila muncul kecurigaan adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum tertentu membekingi kegiatan tersebut. Sebab, sangat tidak mungkin aktivitas tambang ilegal ini dapat berlangsung terang-terangan tanpa ada kekuatan besar di belakangnya,” tegas Anas, Selasa (2/9).
Berdasarkan laporan tim investigasi di lapangan, di Desa Sipayo teridentifikasi sedikitnya tujuh kelompok aktif melakukan penambangan emas ilegal. Mereka diketahui menggunakan alat berat jenis ekskavator dan alat tradisional seperti talang karpet untuk menangkap butiran emas. Dua nama disebut secara khusus adalah terduga inisial W dan terduga inisial S.
“Silakan cek langsung ke lokasi atau tanyakan ke pihak keamanan setempat, pemerintah desa, dan warga. Apakah benar nama-nama itu terlibat menambang atau tidak,” ujar Anas, akrab disapa Anas Kaktus.
Anas menjelaskan bahwa kelompok W dan S merupakan pelaku PETI cukup masif dalam beroperasi, bahkan terkesan kebal hukum. Mereka diketahui mulai menambang sejak sekitar empat bulan lalu, dengan memanfaatkan alat berat ekskavator PC 200 dan peralatan penambang tradisional lainnya.
Aktivitas penambangan berlangsung terang-terangan pada siang hari. Sementara proses pengangkatan talang karpet biasanya dilakukan malam hari. Saat ini, menurut Anas, aktivitas mereka tengah menurun atau cooling down karena diduga mendapat bocoran informasi terkait rencana penertiban oleh aparat penegak hukum dalam waktu dekat.
Lebih lanjut, Anas mengungkap bahwa W dan S sempat melibatkan sejumlah warga sekitar sebagai pekerja tambang. Namun belakangan, hubungan mereka dikabarkan mulai retak karena persoalan internal.
Di akhir keterangannya, aktivis dari Perhimpunan Pergerakan Indonesia ini menegaskan bahwa para pelaku PETI dapat dijerat dengan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Melalui jaringan kami dari tingkat desa hingga pusat, kami tidak pernah menyerah untuk mengungkap semua bentuk kejahatan lingkungan, termasuk PETI di Desa Sipayo,” tandasnya.
Anas menyampaikan bahwa jika pihaknya menemukan bukti kuat mengenai dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum melindungi atau bersekongkol dengan pelaku PETI, pihaknya tidak segan melaporkannya hingga ke tingkat tertinggi, termasuk kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Pada prinsipnya, perjuangan kami sejalan dengan program nasional di bawah kepemimpinan Prabowo. Kami juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta mendukung Polri, khususnya Polda Sulteng, dalam penegakan hukum berkeadilan,” pungkasnya.
Jurnalis Media ini sudah berupaya mencari tahu terduga pelaku inisial W dan S , namun hingga berita ini tayang belum mendapatkan.***