POSO – Pengadilan Negeri Poso mengabulkan Permohonan Praperadilan Nomor: 9/Pid.Pra/2025/PN Pso atas penghentian perkara (SP3) dalam laporan dugaan tindak pidana penipuan Nomor: STPL/80/IV/RES.1.11/SPTKT/RES Morowali Utara tertanggal 2 April 2022 terhadap Kepolisian Resor (Polres) Morowali Utara, Jumat 22 Agustus 2025.
Permohonan praperadilan ini didaftarkan pada 4 Agustus 2025 oleh Ni Made Sami, selaku pelapor, melalui Kantor Hukum YAMS & Partner’s Poso. Sidang dimulai pada 19 Agustus 2025 hingga pembacaan putusan pada 22 Agustus 2025.
Perkara ini bermula dari laporan Ni Made Sami, warga Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, mengenai dugaan tindak pidana yang terjadi pada 4 Mei 2019. Laporan tersebut kemudian dihentikan Polres Morowali Utara melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: SPPP/8/VI/Res.1.11/2025/Satreskrim tertanggal 17 Juni 2025.
Alasan penghentian adalah tidak cukupnya alat bukti serta tidak ditemukan adanya mens rea (niat jahat) dari terlapor.
“Secara proses, permohonan praperadilan ini diajukan karena adanya SP3 dari Polres Morowali Utara,” kata Moh. Hasan Ahmad, kuasa hukum pemohon.
Selama persidangan, pemohon menghadirkan saksi fakta, ahli, serta bukti surat. Saksi-saksi menerangkan bahwa benar telah terjadi proses jual beli antara Ni Made Sami dengan kepala desa Bunta CL, terlapor, pada 4 Mei 2019.
Selain itu, ahli pidana dari Universitas Tadulako, Dr. Jubair, turut dihadirkan. Bukti kwitansi jual beli senilai Rp30.000.000 juga diperlihatkan di muka persidangan.
Di sisi lain, pihak termohon, Polres Morowali Utara, menghadirkan empat orang saksi termasuk CL sebagai terlapor dan seorang penyidik. Termohon juga mengajukan bukti surat berupa laporan polisi, BAP, SP2HP, SPDP, dan SP3.
Yansen Kundimang, advokat dari Kantor Hukum YAMS & Partner’s yang mendampingi pemohon, mengungkap adanya inkonsistensi alasan penghentian perkara. “SP2HP 12 Mei 2025 dan SP3 pada 17 Juni 2025 menyatakan alasan penghentian karena tidak cukup alat bukti.
Namun, dalam jawaban termohon, SP3 diterbitkan karena laporan dianggap bukan tindak pidana,” jelasnya.
Dengan diputuskan dikabulkannya permohonan praperadilan, Polres Morowali Utara wajib melanjutkan penyidikan laporan Ni Made Sami.
“Dengan dikabulkannya permohonan praperadilan ini, kami sangat berterima kasih. Semoga keadilan di negeri ini tetap ditegakkan,” tutup Ni Made Sami.
Adapun kasus ini sebagaimana keterangan kuasa hukum Ni Made, bahwa pemohon awalnya ditawari sebidang tanah seluas 30.000 m² di Dusun V Bungini, Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara oleh CL yang merupakan Kepala Desa Bunta. Pemohon kemudian menyatakan berminat dan terjadi jual beli dengan harga Rp30.000.000,00. Transaksi tersebut dibuktikan dengan kwitansi yang ditandatangani di atas materai oleh CL.
Sebagai tindak lanjut, CL menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) Nomor: 592.3/843/BNT/III/2019 seluas 1 Ha dan Nomor: 592.3/837/BNT/III/2019 seluas 2 Ha. Berdasarkan surat-surat tersebut, Pemohon kemudian melakukan penanaman kelapa sawit di atas tanah yang telah dibeli. Namun, setelah itu CL menyatakan bahwa tanah tersebut telah bersertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pihak lain yang diterbitkan pada tahun 2011.
Faktanya, kata kuasa hukumnya, SKT yang diterbitkan CL menunjukkan perolehan tanah berbeda. Surat Keterangan Tanah Nomor: 592.3/843/BNT/III/2019 seluas 1 Ha tercatat sebelumnya dimiliki warga BD dari pembelian dengan warga KP pada tahun 2008, sedangkan Surat Keterangan Tanah Nomor: 592.3/837/BNT/III/2019 seluas 2 Ha diperoleh warga YA dari pembelian dengan KS pada tahun 2008.
Selain itu, CL juga menerbitkan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) Nomor: 592.2/1.289/BNT/I/2021 seluas 2 Ha dan Nomor: 592.2/1.290/BNT/I/2021 seluas 1 Ha.
Dalam SKPT tersebut disebutkan tanah berasal dari pemberian TM pada tahun 2003. Dengan demikian, surat-surat yang diterbitkan menunjukkan bahwa tanah berasal dari pihak lain, bukan dari CL meskipun pemohon membelinya langsung dari yang bersangkutan.
Seharusnya, kata pihak pemohon, perolehan dan peralihan kedua bidang tanah tersebut dilakukan dari pemilik sah, yakni BD dan YA, namun, CL justru menjualnya kepada pemohon. Hingga kini, tidak ada itikad dari CL untuk mengganti kerugian yang dialami Pemohon akibat permasalahan kepemilikan tanah tersebut