JAKARTA – Anggota Komisi XII DPR RI, Beniyanto Tamoreka, mengingatkan bahwa wacana melegalkan tambang ilegal menjadi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) berpotensi membuka peluang baru bagi mafia tambang.
Menurut Beniyanto, legalisasi tanpa penguatan penegakan hukum hanya akan mengubah praktik tambang ilegal menjadi “legal” tanpa menghilangkan masalah yang ada.
“Jika gakkum tidak diperkuat, mafia tambang hanya akan berganti baju menjadi legal,” kata Beniyanto dalam keterangannya, dikutip dari Kaidah.id, Jumat (22/8).
Politikus Partai Golkar itu menilai praktik tambang ilegal selama ini telah menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah per tahun, merusak lingkungan, dan memicu konflik sosial.
Beniyanto menegaskan bahwa penggunaan skema IPR harus dilakukan secara selektif dengan tata kelola yang ketat. Menurutnya, IPR lebih relevan untuk tambang berskala kecil seperti batu apung, batu kapur, batu permata, atau asbes.
“Namun, untuk komoditas besar seperti nikel, bauksit, dan batubara, langkah tersebut dinilai tidak tepat,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar legalisasi tambang rakyat dilakukan melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau koperasi, disertai sistem digitalisasi pencatatan produksi dan distribusi. Cara ini dinilai efektif untuk menekan kebocoran penerimaan negara.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan terdapat 1.063 tambang ilegal di seluruh Indonesia, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp300 triliun per tahun.
“Kalau rakyat yang nambang, ya sudah kita bikin koperasi, kita atur, kita legalkan. Tapi jangan alasan rakyat, tahu-tahu nyelundup ratusan triliun,” kata Presiden dalam pidato kenegaraannya.
Presiden juga meminta dukungan DPR, MPR, dan partai politik untuk bersama-sama menindak tambang ilegal agar pengelolaan sumber daya mineral lebih adil dan menguntungkan negara maupun masyarakat.