PARIMO – Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah mengingatkan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong agar memperhatikan aspek ekologis dan legalitas dalam wacana pembukaan blok baru untuk kegiatan pertambangan di wilayah Kayuboko.

Peringatan itu disampaikan oleh Kepala UPT KPH Donggala Tanggunu, Mukmin Muharram, dalam Forum Penataan Ruang (FPR) yang digelar di Parigi, Selasa (29/7).

Menurutnya, sejumlah blok yang direncanakan seperti blok 1, blok 3, dan blok 6, berada terlalu dekat dengan kawasan hutan lindung, yang secara hukum tidak boleh diganggu.

“Berdasarkan analisis peta skala 1:25.000, beberapa blok berada sangat dekat dengan kawasan hutan lindung. Blok 3 misalnya, hanya berjarak sekitar dua milimeter di peta, atau sekitar 50 meter di lapangan. Ini sangat berpotensi melanggar ketentuan hukum,” ujar Mukmin.

Ia juga menyoroti keberadaan tambang rakyat yang terindikasi berada di sempadan sungai, yang secara teknis harus memiliki jarak minimal 50 meter dari tepi sungai ke kiri dan kanan.

Aktivitas tambang yang terlalu dekat dengan sungai dikhawatirkan dapat merusak ekosistem serta membahayakan kehidupan masyarakat sekitar.

Mukmin menekankan bahwa pembukaan tambang di kawasan hutan tanpa izin resmi merupakan pelanggaran hukum berdasarkan Pasal 84 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang dapat dikenai sanksi pidana satu hingga lima tahun penjara dan denda antara Rp500 juta hingga Rp2,5 miliar.

Sebagai solusi, Dishut Sulteng menyarankan agar blok-blok yang terlalu dekat dengan kawasan hutan lindung dipertimbangkan kembali.

Ia juga menyarankan agar Pemda Parimo segera menyusun rancangan Peraturan Daerah (Perda) terkait Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan menindaklanjutinya dengan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai dasar hukum pelaksanaan kegiatan tambang rakyat.

“Perlu dibentuk tim terpadu lintas sektor untuk mengawasi kegiatan pertambangan rakyat di wilayah ini, demi menjaga kelestarian lingkungan dan kredibilitas pemerintah daerah,” tegasnya.