POSO – Fraksi Partai NasDem DPRD Kabupaten Poso menyikapi tegas sikap Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan Poso, Roy Pesudo, yang dinilai menghambat penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) dari dana aspirasi anggota DPR RI Komisi X, Nilam Sari Lawira (NSL), di SD Satap Tindoli, Kecamatan Pamona Tenggara.
Penyaluran bantuan PIP yang sedianya dilaksanakan di lingkungan sekolah tersebut batal dilakukan karena tidak memperoleh izin dari Dinas Pendidikan. Keputusan itu memicu kekecewaan, terutama dari tim penginputan dan penyaluran beasiswa aspirasi PIP NSL di Poso.
Koordinator Tim Penyaluran PIP NSL Poso, Hj. Masdina, menjelaskan bahwa pihaknya memperoleh informasi melalui pesan WhatsApp dari seorang warga penerima manfaat. Pesan tersebut merupakan tangkapan layar yang memperlihatkan pernyataan Roy Pesudo di grup WhatsApp kepala sekolah se-Kabupaten Poso.
Dalam pernyataannya, Roy menyebutkan bahwa sekolah adalah tempat belajar dan membentuk karakter siswa, sehingga menurutnya kegiatan yang membawa kepentingan dari pihak manapun perlu dihindari.
“Berdasarkan pertimbangan itu maka saya melarang pelaksanaan kegiatan PIP yang akan dilaksanakan di SD Tindoli,” kutip Masdina, Sabtu (12/7).
Masdina, yang juga Wakil Ketua II DPRD Poso, menegaskan bahwa program PIP tidak berkaitan dengan kegiatan politik praktis, melainkan merupakan amanat undang-undang melalui jalur aspirasi legislator pusat.
“Ini bukan kampanye partai politik. Penyaluran PIP adalah bagian dari upaya membantu siswa kurang mampu. Harusnya pemerintah daerah mendukung, bukan menghambat,” ujar Masdina.
Atas hal tersebut, Fraksi NasDem menyatakan akan mengambil langkah politik. Masdina memastikan pihaknya akan memanggil Dinas Pendidikan dan instansi terkait guna mencari solusi agar hambatan serupa tidak terjadi kembali.
“Kami akan memanggil pihak-pihak terkait agar penyaluran PIP ke depan tidak lagi terganggu. Ini menyangkut masa depan anak-anak Poso,” tegasnya.
Dipenghujung, Masdina mengatakan, sikap penolakan terhadap pelaksanaan PIP aspirasi dinilai dapat mencederai semangat gotong royong membangun pendidikan, sekaligus menghambat upaya pemerataan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera.