MOROWALI – Dua perusahaan yang beroperasi di kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), aktif mengembangkan langkah hijau yang selaras dengan tren dekarbonisasi global.
Dua perusahaan yang dimaksud adalah PT QMB New Energy Material dan Huayue Nickel Cobalt (HYNC).
Wakil Deputi Manager PT QMB, Yan Xiadong, mengungkapkan, pihaknya sudah memprakarsai proyek pembangkit listrik kogenerasi (co-generation) sejak tahun 2023 lalu.
“Ada Profesor Xu Kaihua sebagai penggagas pembangkit listrik kogenerasi ini dan telah meluncurkan proyek tersebut dengan mengintegrasikan pabrik asam sulfat serta turbin generator,” jelas Yan Xiadong, Kamis (26/06).
Prof Xu Kaihua, selaku profesor pengawas metalurgi, kimia dan ilmu material sekaligus pendiri General Environmental Material (GEM) sejak tahun 2001 dengan konsep “Sumber Daya Terbatas, Daur Ulang tak Terbatas” yang memayungi PT QMB New Energy Materials.
Tak seperti pembangkit listrik konvensional yang sering melepaskan limbah panas, pembangkit listrik kogenerasi memulihkan dan memanfaatkan energi tersebut untuk berbagai keperluan.
Mulai dari pemanasan, pendinginan hingga proses industri. Potensi ini sangat menjanjikan untuk menjadi langkah efisiensi energi lebih maksimal.
Dengan menerapkan pembangkit listrik yang menggabungkan tenaga panas dan listrik, QMB mengklaim telah mencapai efisiensi energi dalam operasional pabriknya hingga 98,4 persen.
Selain itu, teknologi tersebut mampu memangkas hingga 70 persen ketergantungan pada listrik konvensional dan menekan volume emisi karbon.
Ada dua keunggulan power plant co-generation yang tengah bertumbuh di sentra industri.
Kemampuan sistem dual-output yang menghasilkan asam sulfat dan energi, memungkinkan pemulihan panas limbah untuk menggerakkan mesin pembangkit listrik. Juga uap limbah daur ulang di fasilitas PT QMB saat ini mampu memenuhi 70 persen kebutuhan listrik pabrik.
“Kapabilitas ini secara signifikan meningkatkan efisiensi energi sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan,” jamin Yan Xiadong.
Langkah hijau dan inovasi QMB juga disambut tenant lain, HYNC. Perusahaan yang memproduksi nikel dan kobalt ini juga mengelola konsumsi listrik pabriknya melalui penemuan co-generation power plant.
Energi listrik alternatif diperoleh dengan memanfaatkan uap panas bertekanan tinggi dari pabrik asam sulfat yang terintegrasi dengan pabrik high pressure acid leach (HPAL).
Direktur External PT HYNC, Stevanus, mengatakan, dari proses hidrometalurgi dalam ekstraksi nikel dan kobalt dari bijih laterit, uap sisa produksi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi 70 persen kebutuhan listrik pabrik secara mandiri.
Selain itu, pabrik juga memanfaatkan air hujan dan sisa limbah untuk menghemat penggunaan air bersih.
Pemanfaatannya dilakukan melalui teknologi rainwater harvesting, dengan mengolah air hujan yang mengalir melalui atap pabrik dan area terbuka.
Kemudian dirancang agar masuk ke kolam penampungan yang telah dilengkapi filter penyaring partikel kotoran.
Stevanus menguraikan, sistem di pabrik HYNC dirancang dengan closed-loop water system, dengan memproses sebagian besar air limbah dari produksi HPAL digunakan kembali untuk pencucian bijih nikel.
“Penerapannya di PT QMB mampu menekan air limbah hingga 1,05 juta metrik ton dan mendukung konservasi air tawar,” ujarnya.
Upaya tersebut melengkapi strategi lain yang juga tengah dicanangkan sejumlah tenant, seperti rencana pengoperasian pembangkit listrik bertenaga surya (PLTS) oleh PT Dexin Steel Indonesia (DSI).
Proyeksinya, dapat menghasilkan energi listrik sebesar 65 Megawatt. Instrumen PLTS serupa juga digagas di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) untuk mendukung penyediaan 350 Megawatt kebutuhan daya. *