PALU- Eksekutif Wilayah LMND Sulawesi Tengah secara resmi mendeklarasikan pembukaan Posko Pengaduan Mahasiswa,
bertempat di Sekretariat Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Sulawesi Tengah (LMND SULTENG),
Inisiatif tersebut diambil sebagai bentuk tanggapan terhadap memburuknya situasi pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya akibat meluasnya praktik liberalisasi, komersialisasi, dan ketidakadilan struktural di lingkungan kampus.
Pendidikan di Indonesia semakin diperlakukan sebagai komoditas. Kampus seharusnya menjadi ruang pembentukan daya pikir kritis, malah berubah menjadi institusi bisnis. Mahasiswa dibebani biaya tinggi melalui berbagai pungutan liar dan kebijakan tidak transparan. Lebih memprihatinkan lagi, kasus-kasus pelecehan seksual, diskriminasi, dan kekerasan lainnya kerap terjadi, namun sering diabaikan atau ditutupi oleh pihak birokrasi kampus.
PJs Ketua Wilayah LMND Sulteng, Aziz, menegaskan bahwa pembentukan posko tersebut adalah langkah konkret untuk menghadirkan ruang aman dan adil bagi mahasiswa dalam memperjuangkan hak-haknya. Posko tersebut menjadi tempat pengaduan terbuka bagi seluruh mahasiswa, terutama dalam menghadapi kasus-kasus seperti pungli, pemotongan beasiswa, pelecehan seksual, serta kebijakan kampus merugikan secara struktural.
“Sudah saatnya mahasiswa berhenti diam. Kita harus melawan segala bentuk praktik menciderai cita-cita pendidikan nasional. Posko ini bukan hanya ruang aduan, tapi pusat konsolidasi memperkuat perlawanan dan perjuangan mahasiswa,” ujar Aziz.
Dalam deklarasi tersebut, LMND Sulteng juga menyatakan dukungan penuh terhadap pembangunan Sekolah Rakyat—sebuah bentuk alternatif pendidikan berbasis keadilan sosial, kesetaraan, dan pembebasan, bebas dari kepentingan komersial.
LMND Sulteng menyerukan kepada seluruh mahasiswa di Sulawesi Tengah, di seluruh daerah di Sulawesi Tengah, untuk bergabung dalam gerakan ini. Perubahan tidak datang dari atas, tetapi dari gerakan kolektif tumbuh di bawah. Posko didirikan di dalam kampus-kampus sebagai bagian dari strategi memperluas ruang demokrasi dan memperkuat kontrol sosial terhadap kebijakan pendidikan.
REPORTER :**/IKRAM