Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih dalam berbicara. Bahkan, tak sedikit pula orang yang belajar secara khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus.

Lisan adalah karunia Allah yang begitu besar. Dan ia harus senantiasa disyukuri dengan sebenar-benarnya. Cara mensyukuri lisan ini adalah dengan menggunakannya untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri. Bukan pula dengan memuaskan nafsu dengan mengumbar omongan.

Kita sering mendengar pepatah “Mulutmu Harimaumu” Artinya, jika kita salah berucap, bisa bisa mulut kita membinasakan kita. Dari sekedar pertengkaran, perceraian, perkelahian, hingga pembunuhan bisa berasal dari lidah/ucapan yang tajam.

Karena itu dalam Islam juga kita disuruh menjaga lisan . Betapa banyak orang yang masuk neraka akibat tidak bisa menjaga lidah. Suka mencaci-maki orang lain.

 Sungguh beruntung seseorang yang bisa menjaga lisannya dengan baik. Setiap pembicaraaan dipastikan kebenarannya. Setiap butir kata bagai untaian mutiara yang indah dan berharga, menggugah dan berdaya ubah bagi siapa pun yang mendengarnya.

Kata-kata yang terucap dari mulut seseorang kadang-kadang lebih menyakitkan dari apa pun. Menurut peribahasa Arab, al-kalaamu yanfudzu maa laa tanfudzuhul ibaru, yang artinya perkataan itu bisa menembus apa yang tidak bisa ditembus oleh jarum (hati).

Jangan biarkan lidah kita tergelincir. Jadikan diam sebagai kebaikan daripada berbicara tetapi mendatangkan kemudaratan. Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam sebuah hadist lain yang diriwayatkan Tirmidzi, Uqbah bin Amir berkata : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah apakah keselamatan itu?” beliau menjawab, “tahanlah lisanmu dan hendaknya rumahmu menyenangkanmu (karena penuh dzikir dan mengingat Allah SWT) dan menangislah atas kesalahnmu (karena menyesal).” HR.Tirmidzi

Berhati-hatilah terhadap lisan karena sebuah ucapan bisa menjerumuskan kita ke dalam api neraka.

Apabila kita tidak mengetahui sebuah perkara dengan pasti, sebaiknya kita diam saja. Dan janganlah kita mengucapkan perkataan yang menyakiti hati orang kain, sekalipun itu hanya candaan. Sebab di akhirat kelak, segala apa yang kita ucapkan dengan lisan pasti akan dimintai pertanggungjawaban.

Allah berfirman : “Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf: 18)

Imam Asy-Syafi’I berkata, “Berpikirlah dahulu sebelum bicara. Jika maslahat bicaralah. Jika mudharat/ragu-ragu, diamlah. Manusia diberi dua telinga dan satu mulut supaya lebih banyak mendengar daripada bicara. Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali diam namun berpikir atau berbicara dengan ilmu”.

 Ibnu As-Sammak berkata, “Binatang buasmu ada di lisanmu, karena bisa menfitnah siapa saja yang lewat di depanmu, kecuali tiga hal yang menghalangimu; menyebut perkara yang ada padamu, menyebut perkara dimana kesalahanmu lebih darinya, menyebut urusan dimana Allah telah memaafkanmu. “…berkatalah dengan perkataan yang benar”. (QS Al Baqarah: 263)

Berkata sesuai tempatnya. Tiap perkataan ada tempat terbaiknya dan tiap tempat ada perkataan terbaiknya.

Tidak kasar dalam berbicara. Hati-hatilah, kadang kelihatannya seperti memberi nasehat tetapi ternyata mencaci maki (mengutuk/mencela) anak/suami/istri/murid/bawahan.

Ketika ada orang kafir terbunuh dalam perang Badar, Nabi bersabda : “Janganlah kamu memaki mereka, karena dapat menyakiti orang-orang yang hidup” (HR An Nasai). Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)