OLEH: Dr. Sahran Raden, S.Ag, SH. MH*
Penulisan artikel ini untuk memperingati Hari Bumi di Indonesia yang jatuh tanggal 22 April 2025. Memperhatikan dan membaca berbagai data kerusakan lingkungan di Indonesia, menimbulkan rasa keprihatinan mendalam terhadap masa depan bangsa dan masa depan generasi bangsa berikutnya.
Sejak tahun 2021, ilmuwan yang tergabung dalam Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim memberikan peringatan berupa kode merah bagi umat manusia akan adanya ancaman bagi kerusakan lingkungan global.
Peringatan ini bukan hanya ditujukan untuk beberapa negara saja, melainkan untuk seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dunia tengah bergulat dengan sejumlah tantangan lingkungan yang mendesak dan menuntut perhatian dan tindakan segera. Dari bencana akibat perubahan iklim hingga hilangnya keanekaragaman hayati dan polusi plastik.
Permasalahan lingkungan global menggambarkan suatu hal nyata tentang kebutuhan mendesak untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Data bahwa kerusakan lingkungan di Indonesia meliputi deforestasi, pencemaran, dan penurunan keanekaragaman hayati.
Deforestasi mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Pencemaran udara, air, tanah, dan laut. Keanekaragaman hayati terjadinya ratusan tumbuhan dan hewan langka dan terancam punah.
BNPB mencatat 2.925 kejadian bencana alam di Indonesia pada tahun 2024. Terjadinya Pencemaran sungai oleh bahan kimia berbahaya industri.
Pencemaran sungai oleh bahan kimia berbahaya industri Limbah domestik menyumbang 75% pencemaran dan kerusakan laut.
Pertambangan memiliki sumbangan yang signifikan terhadap kerusakan lingkungan, meliputi pencemaran air, udara, dan tanah, hilangnya habitat flora dan fauna, serta perubahan topografi dan ekosistem.
Aktivitas penambangan, terutama yang tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan dampak negatif yang serius dan mengancam kelestarian alam.
Aktivitas penambangan yang terus menerus menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, termasuk hutan gundul, perusakan habitat, polusi air dan udara, serta konflik sosial antara masyarakat lokal dan perusahaan pertambangan.
Indonesia sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China yang menghasilkan sekitar 130.000 ton sampah plastik, dan hanya separuhnya yang dikelola dengan baik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sisa sampah plastik ini dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut, mencemari lingkungan dan membahayakan ekosistem.
Keterpurukan lingkungan saat ini seperti pemanasan global, pengundulan hutan, kebaran hutan, banjir, longsor dan lainnya yang membuat kualitas udara dan air semakin melemah serta ruang hidup yang sehat semakin menyempit, semua akan membuat manusia tidak memiliki masa depan dan akan punah seperti punahnya mahluk hidup yang lain.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Indonesia mengalami kenaikan 0,97 poin dibanding tahun sebelumnya pada tahun 2022.
IKLH adalah alat ukur yang menggabungkan beberapa parameter lingkungan seperti kualitas air, udara, dan lahan, serta faktor sosial ekonomi untuk memberikan gambaran komprehensif tentang kondisi lingkungan di suatu wilayah.
Dalam upaya melindungi lingkungan yang lebih lestari dan keberlanjutan, pemerintah perlu memberikan kebijakan perlindungan melalui regulasi yang lebih tegas terhadap pelaku perusak lingkungan.
Paradigma Ekologi Teologi Lingkungan
Eko teologi, atau teologi lingkungan, adalah studi tentang interaksi antara ajaran agama dan lingkungan.
Konsep ini mengeksplorasi bagaimana pandangan teologis dan praktik keagamaan dapat berkontribusi dalam menangani isu-isu lingkungan.
Eko teologi menyoroti hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam, serta bagaimana pemahaman teologis dapat mendorong upaya pelestarian lingkungan.
Tujuan utama eko teologi adalah untuk mendorong tindakan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta untuk menciptakan kesadaran spiritual dan moral mengenai pentingnya menjaga alam.
Beberapa ayat Al-Quran yang berkaitan dengan lingkungan dan pelestariannya antara lain adalah Surah Al-A’raf ayat 56, yang mengingatkan manusia agar tidak berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik.
QS Al-Furqan 48-89, menegaskan kepada manusia agar memelihara lingkungan yang lestari.
Selain itu, Surah Al-Baqarah ayat 30 dan ayat 60 juga menekankan pentingnya menjaga bumi dan tidak melakukan kerusakan di atasnya.
Ayat-ayat ini menekankan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi untuk menjaga lingkungan dan tidak melakukan kerusakan.
Allah menciptakan bumi dengan baik dan memberikan berbagai rezeki, sehingga manusia wajib mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana tanpa merusaknya.
Konsep utama dalam eko teologi ini adalah memelihara hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam.
Eko teologi menekankan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhannya.
Agama memiliki peran penting dalam membentuk etika lingkungan dan mendorong manusia untuk bertindak bertanggung jawab terhadap alam.
Eko teologi juga berusaha memahami krisis lingkungan sebagai cerminan dari krisis spiritual dan mendorong perubahan paradigma dalam hubungan manusia dengan alam.
Dalam implementasinya bahwa praktik keagamaan, seperti ibadah dan ritual, dapat diintegrasikan dengan isu-isu lingkungan, misalnya dengan menciptakan rumah ibadah yang ramah lingkungan atau dengan melaksanakan program penghijauan.
Eko teologi juga dapat diterapkan dalam pendidikan dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan.
Eko teologi mendorong tindakan nyata untuk menjaga lingkungan, seperti mengurangi konsumsi, menggunakan energi terbarukan, dan mendukung kebijakan yang ramah lingkungan.
Konsep Green Constituion dan Merumuskan Fiqih Lingkungan
Konstitusi hijau atau “Green Constitution” adalah konsep yang merujuk pada gagasan memasukkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan hidup ke dalam konstitusi suatu negara.
Tujuannya adalah untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap lingkungan dan menjamin hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Secara konstitusional bahwa UUD 1945 menjamin perlindungan lingkungan hidup melalui Pasal 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh negara.
Selain itu, Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 juga mengatur mengenai pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Pasal 33 ayat (4) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, termasuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Jaminan konstitusional ini menegaskan bahwa perlindungan lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga hak setiap individu untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan lestari.
Konsep “Green Constitution” yang memuat prinsip pelestarian lingkungan hidup dalam konstitusi juga selaras dengan amandemen UUD 1945, khususnya Pasal 28H ayat (1).
Implementasi jaminan konstitusional ini terwujud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan regulasi terkait lainnya.
Sejalan dengan perlindungan konstitusional terhadap lingkungan, dalam hukum Islam juga memberkan perlindungan kemaslahatan bagi lingkungan yang lestari. Bahwa menjaga lingkungan yang berkelanjutan menjadi tugas dan taggungjawab kemanusiaan.
Maka itu perumusan fiqh lingkungan diera krisis lingkungan hidup global menjadi relevan dalam hukum Islam.
Fiqh lingkungan (Fiqh Al-bi’ah) adalah cabang ilmu fiqih yang membahas tentang hukum-hukum Islam mengenai perilaku manusia terhadap lingkungan hidup, dengan tujuan untuk menjaga kemaslahatan manusia dan alam semesta.
Fiqih lingkungan ini berusaha menggali dan menerapkan ajaran Islam dalam konteks modern untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan yang dihadapi, seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan alam.
Fiqih lingkungan adalah perpaduan antara ilmu fiqih (hukum Islam) dengan ilmu lingkungan. Fiqh lingkungan sebagai upaya perlindungan terhadap alam.
Fiqih lingkungan menekankan pada kewajiban manusia untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup sebagai bagian dari tugas dan amanah yang diberikan oleh Allah SWT.
Fiqih lingkungan menggunakan konsep-konsep dasar fiqih seperti maslahah (kemaslahatan) dan saddu zara’i (menutup pintu kemudharatan) untuk merumuskan hukum-hukum lingkungan yang relevan.
Dalam pandangan Imam Syafi’i bahwa perlindungan lingkungan sebagai tuntutan syariat. Imam Syafi’i berpandangan bahwa menjaga lingkungan hidup adalah bagian dari tugas manusia untuk melindungi kelima tujuan syariat (tujuan fundamental dalam hukum Islam).
Perusakan lingkungan dianggap sama dengan merusak jiwa, akal, harta, keturunan, dan agama.
Hadirnya fiqih lingkungan untuk mewujudkan kemaslahatan umum bagi manusia dan alam semesta dengan mencegah kerusakan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Fiqih lingkungan mencakup berbagai aspek, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, penanggulangan polusi, mitigasi perubahan iklim, hingga upaya untuk menjaga keanekaragaman hayati.
Penerapan fiqih lingkungan tidak hanya berhenti pada rumusan hukum, tetapi juga melibatkan upaya untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya melalui gerakan-gerakan sosial, edukasi, dan pembangunan kebijakan publik.
Peran Ulama dan Pemerintah
Ulama memiliki peran penting dalam merumuskan aturan hukum tentang perilaku ekologis umat muslim, sementara pemerintah bertanggung jawab dalam melaksanakan dan menegakkan aturan tersebut. Misalnya saja berkaitan dengan penerapan Fiqih Lingkungan itu pada kebijakan penggunaan sumber daya alam.
Fiqih lingkungan mengajarkan penggunaan sumber daya alam secara bijak dan bertanggung jawab, dengan menghindari pemborosan dan kerusakan.
Fiqih lingkungan mendorong umat Islam untuk berpartisipasi dalam penanggulangan polusi, baik polusi udara, air, maupun tanah.
Fiqih lingkungan juga mendorong upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dan penggunaan energi terbarukan.
Dengan demikian, fiqih lingkungan merupakan pendekatan yang relevan untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan yang semakin kompleks di era modern.
Ia menawarkan solusi berbasis ajaran Islam yang dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi umat muslim untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Ulama memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan melalui berbagai cara, termasuk mengampanyekan kesadaran lingkungan, mendukung kebijakan pro-lingkungan, dan mendorong inovasi teknologi ramah lingkungan.
Ulama dan pemerintah perlu bersinergi dalam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam sebagai bagian dari ajaran Islam, dan mendorong umatnya untuk mengamalkan prinsip-prinsip cinta lingkungan.
*Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Datokarama Palu