PALU – Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (Econesia) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) di Ruang VIP A, pada Rabu (16/4) kemarin.
RDP tersebut membahas hasil studi yang dilakukan oleh Econesia bersama WALHI terkait Rambu Pengamanan Sosial dan Lingkungan untuk Kawasan Pangan Nusantara (KPN) Talaga atau Food Estate di Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala.
Direktur Eksekutif Econesia, Azmi Sirajuddin, mengatakan bahwa proyek KPN harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh untuk mendukung ketahanan pangan dan menjadi penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam hasil riset bersama WALHI, dijelaskan bahwa secara hierarkis, proyek KPN termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) pada kategori Program Peningkatan Penyediaan Pangan Nasional.
“Seharusnya, karena KPN merupakan bagian dari PSN dan menggunakan lahan berdampak sosial dan lingkungan di masa depan, maka perlu dipersiapkan rambu pengamanan sosial,” ujar Azmi di Kantor DPRD Sulteng, Kamis (17/4).
Sebagai daerah percontohan pengurangan emisi tingkat nasional pada 2010 hingga 2012, proyek KPN berdampak luas secara sosial dan ekologis, terutama karena memanfaatkan kawasan hutan dan lahan, dinilai tidak cukup hanya disosialisasikan.
“Misalnya dengan mengundang satu, dua, atau tiga kali pertemuan di balai desa di Kecamatan Dampelas, dianggap masyarakat sudah memahami. Padahal, sosialisasi bukanlah bentuk persetujuan (consent). Setelah menyampaikan secara utuh mengenai proyek ini—termasuk dampak baik dan buruknya—masyarakat seharusnya diminta memberikan persetujuan: berapa yang menyetujui dan berapa menolak,” jelas Azmi.
Riset Econesia dan WALHI juga mengungkapkan bahwa proyek KPN dinilai minim transparansi, akuntabilitas, serta keterbukaan informasi kepada masyarakat setempat. Pemerintah sebagai inisiator tidak menyampaikan secara menyeluruh rencana maupun pelaksanaan proyek KPN.
Selain itu, proyek KPN Talaga dinilai gagal memenuhi prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Padiapata) atau Free, Prior and Informed Consent (FPIC). Masih dalam dokumen sama, pelibatan masyarakat dan pemerintah desa dalam proyek KPN sangat minim. Partisipasi masyarakat hanya terbatas pada kelompok tertentu.
Ketidakpastian status lahan serta jaminan pengelolaan lahan juga menjadi perhatian. Dampak lingkungan dan keberlanjutan ekosistem turut menjadi persoalan dalam proyek ini. Pembukaan lahan di area KPN tidak hanya berdampak langsung pada lokasi proyek, tetapi juga memengaruhi keseluruhan bentang alam, khususnya Danau Talaga yang memiliki fungsi ekologis penting.
Menanggapi pembahasan dalam RDP tersebut, anggota Komisi II DPRD Sulteng, Sonny Tandra, mengatakan bahwa pihaknya memasukkan persoalan KPN dalam rekomendasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). DPRD mempertanyakan kepada Pemerintah Daerah mengenai tindak lanjut proyek hingga kini belum menemui kejelasan.
“Saya melaporkan hal ini kepada pimpinan. Atas saran dari rekan-rekan Komisi II, kita menindaklanjuti melalui RDP lebih luas dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Kita telusuri siapa saja terlibat, agar semuanya menjadi jelas,” ujarnya.
Menurut Sonny, penting bagi DPRD mengambil kesimpulan mengenai kelanjutan proyek KPN. Apalagi, dalam forum Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebelumnya, ia mengungkap telah bertemu Wakil Gubernur dan mempertanyakan hal tersebut, meskipun ada wacana untuk menyerahkan proyek kepada Pemerintah Kabupaten.
“Kalau memang dana dari APBD provinsi sudah cukup besar dikeluarkan, ditambah dana APBN maupun kontribusi dari kabupaten, maka perlu dipastikan apakah kabupaten mampu melanjutkan proyek ini. Jangan sampai dana sudah keluar menjadi sia-sia,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa jika diperlukan, DPRD siap membawa persoalan ini ke pemerintah pusat demi memperoleh dukungan agar proyek KPN dapat dituntaskan.
Sonny menambahkan, bahwa DPRD tidak pernah dilibatkan secara institusional dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek KPN.
“Benar, kami tidak pernah mendapatkan penjelasan secara institusional. Tidak ada penjabaran mengenai proyek maupun anggarannya. Kalau dilihat dalam buku anggaran, tidak ada pos khusus untuk KPN. Bisa saja diselipkan di OPD-OPD tertentu, dan kami tidak tahu,” tandasnya.
Reporter: IKRAM