PALU – Kepala BNN Provinsi Sulteng, Brigjen Andjar Dewanto mengaku pernah berkomunikasi kepada Gubernur Sulteng guna menyampaikan niatnya untuk melakukan tes urine kepada seluruh kepala daerah yang ada di Sulteng.

“Kemarin saya sudah ngomong ke Pak Gubernur, ayo kapan kita coba tee urine kepala-kepala daerah. Kapan bisa menghubungi kepala daerah untuk tes urine,” katanya, di Gedung DPRD Sulteng, Selasa (17/04).

Sebab kata dia, jika melakukan tes urine satu per satu kepada kepala daerah, tentu memakan biaya yang tidak sedikit, sehingga harus terkumpul sekaligus.

Andjar juga mengaku sudah menerima informasi-informasi terkait adanya indikasi kepala daerah yang mengonsumsi narkoba.

“Ada informasi yang masuk ke saya, tapi kan harus ada bukti,” tambahnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, persoalan narkoba di Sulteng adalah darurat, tapi seolah-olah penanganannya hanya dilakukan oleh BNN. Padahal, kata dia semua pihak harus ikut terlibat, baik pribadi, pemerintah, masyarakat dan swasta.

Dia juga mengaku sudah pernah menyampaikan terkait pembangunan gedung rehabilitasi bagi pengguna narkoba kepada gubernur, namun tidak disanggupi.

“Sekarang sudah 1448 orang yang direhab, ada yang dikirim ke Lindu, Badoka Makassar dan lainnya. Itu baru yang diatas permukaan, belum yang dibawah-bawah,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Sri Indraningsih Lalusu mengatakan, para kepala daerah sering terkumpul saat ada iven-iven di provinsi, sehingga bisa dimanfaatkan untuk melakukan tes urine. Seharusnya kata dia, niat kepala BNN tersebut didukung oleh gubernur.

sering ada iven disini kepala-kepala daerah berkumpul.

Kemarin, sejumlah anggota melakukan tes urine yang difasilitasi oleh BNN Provinsi.

Untuk itu, Sri Lalusu juga meminta gubernur juga untuk melakukan tes urine kepada seluruh pejabat strukturalnya.

Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi (BNN) Sulteng mencatat kasus yang diungkap selama tahun 2017, yakni sebanyak 33.

Dari 33 kasus itu, BNN mengamankan sebanyak 55 orang tersangka dengan barang bukti sekitar 1,3 kilogram narkotika jenis sabu-sabu.

Sejumlah daerah di Sulteng sendiri, termasuk Kota Palu, Poso, Parimo dan Sigi sudah pernah menetapkan darurat narkoba. Selain wilayahnya, khususnya Kota Palu yang cukup strategis sebagai gerbang di Indonesia Timur, juga pengawasan yang terbilang lemah.

Beberapa kasus yang ditangani di PN Palu, mengungkap adanya bandar-bandar besar yang tidak terungkap, terkhusus di Kota Palu. Selama ini yang menjadi terdakwa di pengadilan hanya pengedar kecil dan pengguna saja. (RIFAY)