PALU- Serikat Petani Petasia Timur, yang didampingi oleh Noval A. Saputra selaku Konsultan Hukum dari kantor ANSOS Sulteng serta Direktur WALHI Sulteng, Sunardi Katili, melakukan pengaduan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Sulawesi tengah,Jumat, 28 Februari 2025.
Pengaduan tersebut terkait dengan pemanggilan delapan buruh panen kelapa sawit, yaitu Aristan, Ilham, Rustam, Amir, Sarman, Muhammad Nur Ichsan, Rukman, dan Yeremia. Kedelapan buruh tersebut dituduh melakukan tindak pidana perampasan dan/atau pencurian buah sawit berdasarkan laporan diajukan oleh PT Agro Nusa Abadi (PT ANA) pada 9 Februari 2025 kepada Polres Morowali Utara.
Dalam pengaduannya, Aristan, mewakili para buruh panen sawit, mengatakan bahwa proses pemanggilan tersebut tidak memiliki dasar hukum kuat dan meminta agar dihentikan, PT ANA dinilai tidak memiliki legal standing untuk melaporkan kedelapan buruh panen sawit karena tidak mengantongi izin usaha perkebunan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) yang merupakan syarat utama dalam menjalankan bisnis perkebunan.
Menanggapi pengaduan tersebut, mewakili sebagai pimpinan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah Aristan, meminta kepada pihak terkait, khususnya Polda Sulteng dan Polres Morowali Utara, untuk menelaah kembali laporan diajukan oleh PT ANA serta menghentikan proses pemanggilan terhadap para buruh panen sawit.
“Jika benar PT ANA tidak memiliki legalitas perizinan berupa IUP dan HGU, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai praktik kejahatan perkebunan telah berlangsung bertahun-tahun,” kata Aristan.
Selain merugikan petani dan masyarakat dalam konflik lahan, kata Aristan situasi tersebut juga berpotensi menyebabkan kerugian bagi daerah karena perusahaan tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, sektor perkebunan, termasuk kelapa sawit, memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam pembangunan melalui penerimaan pajak dan pendapatan negara bukan pajak,” ujarnya.
Jenis pajak wajib dibayarkan oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit,kata Aristan mencakup Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, serta Pajak Ekspor.
“Potensi kerugian daerah akibat tidak adanya kepatuhan terhadap peraturan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah,” katanya.
Oleh karena itu, kata Aristan pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi 1 dan Komisi 2 DPRD Sulawesi Tengah untuk segera menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan memanggil pihak-pihak terkait. Dan juga akan berkoordinasi dengan Polda Sulteng agar dapat merespons persoalan tersebut,secara proporsional dan objektif.
“Saya berharap Gubernur Sulawesi Tengah segera mengevaluasi keberadaan PT ANA demi kepastian hukum serta perlindungan hak-hak masyarakat dan pekerja perkebunan di daerah ini,” katanya.
Reporter :**/IKRAM