PALU Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) melayangkan surat keberatan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, setelah permohonan salinan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit di wilayah Sulteng ditolak.

BPN Sulteng menanggapi permohonan WALHI dengan mengirimkan surat elektronik tanggal 25 Februari 2025 yang menyatakan bahwa dokumen yang diminta tersebut masuk dalam daftar informasi publik yang dikecualikan. Surat ini ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Kanwil BPN Provinsi Sulteng.

Namun, WALHI menyatakan penolakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) Nomor 057/XII/KIP-PSM-A/2015 dan Putusan PTUN Jakarta Selatan Nomor 2/G/KI/2016/PTUN-JKT menggarisbawahi bahwa HGU merupakan dokumen publik yang harus dapat diakses oleh masyarakat, termasuk oleh lembaga berbadan hukum seperti WALHI.

Manager Kampanye WALHI Sulteng, Wandi, menjelaskan bahwa permohonan ini diajukan setelah pihaknya mengetahui adanya 14 perusahaan perkebunan sawit di Sulteng yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) namun belum memiliki HGU dan masih aktif beroperasi.

Selain itu, ada 23 perusahaan yang belum memiliki HGU dan tidak aktif, serta 3 pabrik pengolahan sawit yang tidak memiliki Hak Guna Bangunan (HGB).

“Sebagai lembaga berbadan hukum, kami sangat keberatan atas penolakan ini, yang kami anggap sebagai upaya untuk melindungi kepentingan perusahaan perkebunan sawit,” tegas Wandi, di Palu (28/02).

Ia juga menambahkan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi yang dihasilkan dan dikelola oleh badan publik seharusnya dapat diakses oleh masyarakat untuk kepentingan publik.

“Penolakan akses terhadap dokumen HGU merupakan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang ada,” terangnya.

Wandi juga mengungkapkan bahwa penolakan tersebut berpotensi merugikan keuangan negara dan memperburuk konflik lahan antara petani dan perusahaan perkebunan sawit, serta kerusakan lingkungan yang semakin parah.

“Jika dalam waktu 30 hari kerja ke depan tidak ada tanggapan atau akses terhadap dokumen yang kami minta, kami akan menempuh langkah hukum dengan menggugat sengketa informasi ke Komisi Informasi Sulteng,” tandas Wandi.

Dipenghujung Wandi mengatakan, langkah keberatan ini merupakan bagian dari upaya WALHI untuk memastikan transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam dan mencegah praktik yang dapat merugikan masyarakat serta lingkungan.

Reporter : Mun
Editor : Yamin